Cape nulis, yang punya bolg mejeng dulu ah
Rabu, 22 Agustus 2012
Jumat, 22 Juni 2012
“Jual Diri” Lewat Resume Kerja
Harga 1 kg jeruk
dua puluh ribu rupiah di pasar tradisional. Setelah dibungkus dengan keranjang
parcel dan diberi pita warna warni. Hap! Harganya melambung sampai ratusan ribu
rupiah dan ditempatkan di tempat terhormat sebagai hantaran hari raya. Yap, make over itu perlu ! Begitu juga dalam
melamar pekerjaan. Sehebat apapun pengalaman kerja kita, sepanjang apapun
sertifikat yang kita punya, kalau tidak dikemas dengan baik dalam resume kerja atau
Curicullum Vitae (CV) tentunya bisa jadi tidak ada yang tertarik.
CV merupakan
tahap awal “jual diri” seorang job seeker,
terkadang kita lupa bahwa kita bersaing dengan ratusan job seeker lainnya dalam memperebutkan posisi pekerjaan. Layaknya
orang jual kecap, pastinya tidak ada kecap nomor dua, adanya selalu kecap nomor
satu. Bagaimana CV yang dapat dikatakan
“menjual diri” ?
Pertama, Pahami cara kerja orang HRD dalam men-sortir CV kita. Pernahkah terbayang berapa lama seorang HRD melihat CV kita diantara ratusan job seeker. maksimal hanya 10 detik ! HRD hanya akan melihat apakah isi CV kita sesuai dengan job requirement yang mereka inginkan. CV sebaiknya ringkas (maksimal 3 sampai 4 halaman), full data lengkap, misalkan anda menuliskan lulusan dari Universitas Trisakti. Jangan mengasumsikan pihak perusahaan pasti mengerti bahwa universitas Trisakti ada di Jakarta. Selain itu, Miliki stock CV dalam bahasa Inggris dan Indonesia, apabila iklan lowongan kerja tersebut berbahasa Inggris, kirimkan CV berbahasa Inggris.
Kedua, Speak by reality atau jujur dalam CV. Jangan menggunakan prinsip “Palu Gada” atau “apa elu mau gua ada”. Jangan pernah menuliskan pengalaman yang tidak pernah anda alami langsung, dengan alasan hanya demi memenuhi job requirement yang diminta perusahaan.
Terakhir, Customize alias sesuaikan CV anda dengan job requirements yang diminta. Misalkan pada job requirements dibutuhkan sarjana hukum yang memiliki pengalaman dalam bidang pertambangan. Apabila kita memang memiliki pengalaman tersebut, ada baiknya kita menjabarkan lebih detil pengalaman di bidang pertambangan secara detil, misalkan project yang pernah ditangani.
Bagaimana dengan CV kita saat ini ? Saatnya perbaiki CV kita supaya lebih “menjual.”
Selasa, 22 Mei 2012
Implementasi Pengalihan Pekerjaan Penunjang dengan Outsourcing
IMPLEMENTASI PENGALIHAN
PEKERJAAN PENUNJANG
DENGAN OUTSOURCING
A.
Pengertian Outsourcing
Outsourcing sebagai suatu pengalihan pekerjaan kepada
pihak lain pada prakteknya telah banyak dilakukan sejak zaman dahulu di
berbagai belahan dunia pada berbagai bidang usaha. Pengertian tentang outsourcing juga bervariasi pada
masing-masing negara, namun dengan tetap mengacu pada pengalihan pekerjaan
kepada pihak lain dengan tujuan-tujuan tertentu. Pengertian outsourcing ini berkembang dari masa ke
masa seiring dengan perkembangan teknologi, perkembangan industri serta
perkembangan pemikian tentang outsourcing.
Dalam pengertian umum, istilah outsourcing
diartikan sebagai contract (work) out
seperti dapat ditemukan di Concise Oxford
Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai
berikut :[1]
“Contract to enter into or make a contract.
From the latin contractus, the pastprticiple of contrahere, to draw together,
bring about or enter into an agreement.”
(Webster’s English Dictionary)
Pengertian outsourcing secara khusus sendiri
didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach
to Outsourcing Decissions and Initiatives,
dijabarkan sebagai berikut :[2]
“Outsourcing is the act of transferring some of an organization’s recurring
internal activities and decision rights to outside providers as set forth in a
contract.”
Pada definisinya
tersebut Maurice memandang Outsourcing sebagai suatu tindakan
mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada
pihak lain (outside provider), dimana
tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama. Pada definisi ini, Maurice
menekankan bahwa pengambilan keputusan suatu perusahaan dapat dialihkan kepada
pihak lain melalui suatu kontrak kerjasama, dengan jalan outsourcing. Definisi ini berbeda dengan definisi menurut Dave
Griffiths dalam artikelnya “Theory and
Practice of Outsourcing,
mengemukakan definisi outsourcing
sebagai berikut :[3]
“Strategic use of outside parties to perform activities,
traditionally handled by internal staff and resources.”
Apabila definisi yang dikemukakan oleh Maurice F Greaver II lebih banyak menekankan
pada kontrak kerjasama yang timbul dari outsourcing,
maka definisi Dave Griffiths lebih menekankan pada aktifitas dari perusahaan
yang dikerjakan oleh pihak lain, namun tetap dengan manajemen serta pengaturan
dari perusahaan itu sendiri.
Prof Dr. Aloysious
Uwiyono, pada saat Judicial Review
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan[4],
mengemukakan bahwa konstruksi hukum sistem outsourcing,
yaitu adanya suatu perusahaan penyedia jasa pekerja merekrut calon pekerja
untuk ditempatkan di perusahaan pengguna. Jadi disini diawali suatu hubungan
hukum atau suatu perjanjian antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan
perusahaan pengguna pekerja.[5]
Beberapa definisi
tentang outsourcing yang dikemukakan
oleh pakar serta praktisi outsourcing
dari Indonesia, antara lain menyebutkan bahwa Outsourcing dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya,
adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian Dari suatu proses bisnis
kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).[6] Muzni Tambuzai, Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
mengemukakan
pengertian outsourcing sebagai memborongkan satu
bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri
kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.[7]
Pakar
manajemen Indonesia Rhenald Kasali memberikan pandangan yang sedikit berbeda
tentang outsourcing, yaitu dengan
membuat perbandingan definisi outsourcing
serta definisi pekerjaan yang bukan outsourcing,
sebagai berikut:[8]
What is outsourcing ? Outsourcing
is the delegation of a business process to an external service provider. The
service provider will then be responsible for the daya ti day running and
maintenance of the delegated process.
What isn’t outsourcing ?
Outsourcing should not be seen as a short term solution to a problem or need.
To be truly effective, businesses should consider outsourcing as a long term
solution solution whereby building a continued business relationship with the
service provider will offer long term benefits to your customers.
Perbandingan
definisi ini menjadi cukup unik dengan membandingkan waktu pelaksanaan pekerjaan
yang merupakan outsourcing serta
pekerjaan yang bukan merupakan outsourcing.
Rhenald Kasali mengemukakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang bersifat jangka
pendek bukan merupakan suatu outsourcing.
Delegasi suatu proses bisnis dalam jangka waktu yang panjang serta rutin
merupakan pengertian dari outsourcing
itu sendiri.
Berbagai
definisi yang dikemukakan tentang Outsourcing
di atas sebagai suatu pandangan bagi perusahaan dalam menangani masalah
ketenagakerjaan berbeda dengan sub
contracting dengan pekerjaan yang
hanya bersifat sementara saja. Setelah selesai suatu proyek maka hubungan
kerjanya selesai. Sementara Outsourcing
merupakan kegiatan yang berjalan secara rutin, berkaitan dengan kelangsungan
hidup suatu perusahaan. Dengan
Outsourcing, suatu perusahaan dapat
mengurangi tugas rutinnya serta memusatkan pada kegiatan pokok perusahaan yang
akan mendukung dalam berkompetisi dalam dunia usaha maupun dengan kompetitornya
yang lain.
Spesialisasi
terhadap kegiatan penunjang ini akan membuka jalan bagi outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan pokok (non core activities), yang menantang
para pimpinan perusahaan untuk mengevaluasi kembali niat tradisional untuk
melakukan memenuhi segala keperluan perusahaan dari sumber daya perusahaan
sendiri. Potensi outsourcing adalah
memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan
kegiatan pokok perusahaan.[9]
Kelangsungan usaha
suatu perusahaan sangat ditentukan dari kemampuan perusahaan tersebut bersaing
dalam kompetisi bisnis. Kerasnya persaingan tersebut berdampak pada daya tahan
perusahaan dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor lain yang semakin
global. Kecenderungan perusahaan untuk melakukan semua aspek bisnis dari hulu
ke hilir secara individu sudah sulit untuk dilaksanakan. Beberapa jenis
pekerjaan menjadi tidak efisien apabila dikerjakan sendiri oleh perusahaan dan
secara kualitas lebih baik jika dikerjakan oleh pihak lain yang lebih spesialis
dalam bidang tertentu. Apabila seluruh aspek bisnis perusahaan dilaksanakan
sendiri, maka rentang kendali perusahaan akan menjadi sangat panjang dan
organisasi menjadi besar dan kurang lincah untuk dapat bergerak di pasar.[10]
Kompetisi bisnis yang
semakin keras mengahruskan perusahaan untuk harus lebih berkonsentasi pada
rangkaian proses atau bisnis yang merupakan kegiatan pokoknya (core competence). Dengan konsentrasi
pada kegiatan pokoknya, diharapkan perusahaan akan dapat menghasilkan produk
atau jasa yang memiliki kualitas baik dan memiliki daya saing di pasar nasional
maupun internasional. Fenomena yang berkembang dalam masyarakat pada dunia
sekarang ini lebih banyak berorientasi kepada pasar yang dapat berubah
sewaktu-waktu dan sulit diduga sebelumnya. Tingkat persaingan bisnis yang
semakin tajam, menuntut adanya suatu organisasi perusahaan yang ramping,
efisien dan efektif.[11]
Outsourcing
muncul sebagai solusi terbaik bagi perusahaan dalam meningkatkan daya saingnya
pada pasar global. Dengan mengalihkan kegiatan penunjang dalam proses bisnisnya
kepada pihak lain, diharapkan perusahaan akan dapat konsentrasi pada strategi
meningkatkan mutu produk atau jasa, pemasaran dan hal-hal lain yang lebih
bersifat strategis dan merupakan kegiatan pokok perusahaan. Outsourcing dapat memberikan keuntungan
bagi pihak manajemen maupun karyawan itu sendiri. Bagi karyawan tentunya rasa
aman dalam bekerja menjadi prioritas nomor satu, bagi pengusaha tentunya rasa
aman dalam melangsungkan usahanya menjadi hal yang penting. Outsourcing merupakan salah satu
alternatif solusi dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam
perusahaan.
B.
Evolusi Outsourcing
Teori serta konsep-konsep Outsourcing
yang sedang berkembang di dunia usaha, sebenarnya secara praktik telah
dilaksanakan sejak zaman dahulu, walaupun pada zaman dahulu outsourcing belum mendapatkan perhatian
serta kaijan khusus, mengingat masih belum banyak menimbulkan masalah, terutama
dalam permasalahan ketenagakerjaan. Sejak revolusi industri,
perusahaan-perusahaan telah berusaha keras menemukan langkah terobosan untuk
mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan penjualan. Tipe umum
perusahaan abad 20 adalah perusahaan besar terintegrasi yang dapat ”memiliki,
mengatur, dan mengontrol secara langsung” semua asetnya.[12]
Bentuk
outsourcing pada zaman dahulu yang
terdapat dalam sejarah dunia, sebagai contoh bahwa kerajaan Romawi menyewa ahli
bangunan dari luar Romawi untuk mendirikan kota dengan konsep yang tertata
rapi, karena mereka menganggap tata kota harus diserahkan pada pihak yang ahli.
Selain itu untuk mengatasi kekurangan prajurit dalam peperangan, pihak Romawi
menyewa prajurit asing. Hal ini sangat efektif, karena prajurit yang disewa
tersebut dijamin telah ahli dalam peperangan, dibandingkan jika pihak Romawi
harus mendidik pemuda-pemuda dari awal serta memelihara prajurit tersebut jika
tidak ada peperangan. Mulai masalah gaji hingga asrama dan lainnya, dimana hal
tersebut tentunya dapat menjadi beban pihak Romawi yang seharusnya dapat
ditekan dengan prajurit sewaan tersebut.
Pada bentuk organisasi
terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga, secara tidak langsung juga telah
terdapat kegiatan yang mengarah pada outsourcing.
Penyerahan tugas rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah diserahkan
pada pembantu rumah tangga yang dibayar khusus. Tukang kebun juga
dibayar khusus untuk membersihkan halam dan pekarangan rumah. Walaupun
sebenarnya pekerjaan memasak dan membersihkan rumah merupakan tugas dari ibu
rumah tangga, karena keterbatasan tenaga, waktu serta kemampuan, tugas tersebut
diserahkan kepada pihak di luar keluarga yang dibayar khusus untuk
menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tersebut.
Adapun
Evolusi dalam bidang Outsourcing yang
terdokumentasikan secara periodik diuraikan sebagai berikut:[13]
1. Periode Tahun 1950 – 1960
2. Periode Tahun 1970 – 1980
Perusahaan berusaha
dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan karena kurangnya persiapan akibat struktur
manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk
risiko tenaga kerja pun meningkat. Pada periode ini perusahaan harus memusatkan
pada kegiatan pokok perusahaan yang berkaitan dengan bisnis inti,
mengidentifikasi hal-hal yang kritikal serta memutuskan bidang-bidang apa saja
yang akan dilaihkan kepada pihak lain secara outsourcing. Pada periode ini awal pemikiran outsourcing yaitu membagi risiko usaha dalam berbagai masalah,
termasuk ketenagakerjaan. Hal tersebut dikarenakan :
a.
Perubahan paradigma dari pekerja adalah
aset terbesar menjadi kewajiban terbesar perusahaan;
Pemilik
modal mengeluh tidak dapat konsentrasi pada produk dan pelayanan, nasabah serta
pasar, kualitas maupun distribusi, karena waktunya habis untuk masalah
ketenagakerjaan.
b.
Perubahan paradigma dari pandangan
tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi kerja modern bahwa sistem
harus melayani pekerja;
Dengan
outsourcing, sistem yang terbentuk
pada organisasi adalah sistem fungsi dan proses, yang dilakukan outsourcing untuk melayani pekerja dalam
organisasi. Konsekuensinya tidak diperlukan lagi pengawas untuk megendalikan
fungsi dan proses yang dilakukan outsourcing.
c.
Sistem pengembangan karir cenderung
menghasilkan orang buangan bagi pekerja kerah biru (seperti : Satpam dan Office Boy);
Pekerja
tersebut merasa sebagai orang buangan karena tidak dapat meningkatkan karir.
Dengan outsourcing pekerja dapat
meningkatkan karirnya pada bidang usaha yang merupakan spesialisasinya.
d.
Keterbatasan teknologi otomatisasi
Tekonologi
otomatisasi yang cepat pada dunia usaha dapat membantu pekerja dalam menangani
pekerjaan-pekerjaannya. Pada tahap awal, sebelum tahun 1989, outsourcing belum mengidentifikasikan
secara formal sebagai strategi bisnis (Mullinj, 1996). Banyak perusahaan yang
tidak secara total melengkapi diri. Mereka hanya melakukan outsourcing pada fungsi-fungsi yang tidak mampu dikerjakan secara
internal. Perusahaan penerbitan, misalnya, sering kali membeli komposisi
desain, percetakan dan jasa penyelesaian penerbitan dari luar.[14]
3.
Periode Tahun 1990
Perusahaan-perusahaan
besar mulai memanfaatkan outsourcing
untuk menangani fungsi inti perusahaan, seperti Customer Service dan fungsi lainnya. Tahun 1996, Eastman Kodak
melakukan outsourcing pada sistim Information Technology (IT), yang
kemudian banyak diikuti oleh banyak perusahaan besar. Hal ini merupakan suatu
inovasi baru mengingat Kodak menganggap bahwa IT bukanlah bisnis inti dari perusahaan Kodak. Pada periode ini outsourcing telah menjadi alat manajemen
yang menjadi pendukung tujuan dan sasaran perusahaan.
Pada
periode ini, perusahaan mulai memusatkan perhitungan penghitungan biaya. Mereka
melakukan outsourcing fungsi-fungsi
yang penting untuk kelangsungan perusahaan, tetapi tidak berhubungan dengan
bisnis inti perusahaan. Manajer mengadakan kontrak atau perjanjian dengan
perusahaan outsourcing untuk
menyelesaikan akuntansi, sumber daya manusia, proses data, distribusi surat
internal, keamanan (Satpam), perawatan tanaman, dan hal lainnya dengan tujuan Good Houskeeping. Komponen-komponen outsourcing dalam penghematan biaya pada
fungsi utama berada pada tahap lain. Pada tahap ini, para manajer mencari
terobosan untuk perbaikan masalah keuangan perusahaan.[15]
C. Jenis-Jenis Outsourcing
Outsourcing terjadi pada saat
sebuah perusahaan menggunakan badan usaha atau pihak luar untuk menyediakan
atau menjalankan fungsi bisnis yang diperlukan. Hal ini merupakan alternatif
bagi perusahaan dalam menjalankan suatu fungsi bisnisnya. Outsourcing berbeda dengan sub-contracting,
sebab fungsi atau proses bisnis yang dijalankan dikelola secara terus menerus,
seiring dengan berlangsungnya kegiatan perusahaan itu sendiri dan bukan
merupakan proyek khusus berjangka pendek.
Outsourcing dapat diartikan sebagai
penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga. Jenis penyerahan pekerjaan
kepada pihak ketiga ini dapat bermacam-macam bentuknya, tergantung dari objek
yang diperjanjikan serta jenis pekerjaan yang dialihkan. Pada prakteknya
dikenal beberapa tipe-tipe outsourcing
yang dapat dikenali. Pembagian tipe-tipe outsourcing
sebagai berikut :[16]
1. Contracting;
Penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan
bentuk yang paling dasar serta merupakan bentuk yang telah digunakan sejak
lama. Langkah ini bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk
mengambil posisi dalam pasar. Tujuannya hanya sekedar langkah praktis dan
taktis saja. Biaya yang dikeluarkan juga bukan menjadi hal yang besar bagi
perusahaan.
Contoh :
a.
Pemeliharaan
Taman Kantor;
b. Penyediaan makan
siang bagi karyawan;
c. Penyediaan alat
tulis bagi perusahaan.
2. Outsourcing;
Penyerahan aktivitas
perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan
yang professional serta dengan mutu yang standar dunia. Pemilihan pemberi jasa
merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa yang khusus pada jenis
pekerjaan atau aktivitas yang diserahkan. Kompetensi utama dari dari pihak yang
diberikan amanah melakukan pekerjaan memang pada jenis pekerjaan tersebut.
Dengan pengendalian yang tepat, pemberi kerja diharapkan mmpu memberikan
kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Outsourcing merupakan langkah strategis
bagi perusahaan dalam arti mempunyai kontribusi dalam menentukan kebijakan
suatu perusahaan.
3. Insourcing
Perusahaan bbukan
menyerahkan aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun
justru mengambil dan menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai
motivasi. Salah satu motivasi yang utama ialah menjaga tingkat produktivitas
dan penggunaan aset yang maksimal agar biaya satuan dapat ditekan sehingga
menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Kompetensi utama perusahaan
tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri, tetapi juga dapat digunakan
perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini penting, seandainya kapasitas
produksi tidak digunakan secara penuh namun ada sumber daya yang tidak maksimal
digunakan.
4. Co-Sourcing;
Hubungan
pekerjaan dan aktivitas antara perusahaan dengan rekanan perusahaan lebih erat
dari sekedar hubungan outsourcing
biasa. Hal ini terjadi dalam hal staf spesialis perusahaan diperbantukan kepada
rekanan pemberi jasa karena langkanya keahlian yang diperlukan atau karena
perusahaan tidak mau kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini,
keberhasilan pekerjaan seakan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk juga
risiko kegagalan.
5. Benefit-Based-Relationship
Hubungan outsourcing yang terjadi dimana sejaka
awal kedua pihak mengadakan investasi bersama, dengan pembagian kerja tertentu.
Kedua pihak saling mendukung dan terdapat saling ketergantungan. Kedua pihak
mendapat pembagian keuntungan berdasarkan formula yang disetujui bersama.
Tipe outsourcing merupakan tipe yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adapun pengalihan pekerjaan tersbeut
dengan mempertimbangkan Kompetensi utama dari dari pihak yang diberikan amanah
melakukan pekerjaan memang pada jenis pekerjaan tersebut. Dengan menyerahkan
pekerjaan kepada pihak yang profesional pada bidangnya, diharapkan perusahaan
akan lebih konsentrasi pada keunggulan kompetitifnya dalam persaingan usaha.
Outsourcing
merupakan fungsi atau proses bisnis yang dijalankan dikelola secara terus
menerus, seiring dengan berlangsungnya kegiatan perusahaan itu sendiri dan
bukan merupakan proyek khusus jangka pendek. Melalui outsourcing perusahaan dapat mengurangi tugas rutinnya dan
memusatkan perhatian pada kekuatan inti yang akan mendukung dalam berkompetisi
dan mencapai sukses.[17]
Berhasil atau tidaknya
penerapan outsourcing pada sebuah
perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menentukan mana
proses yang merupakan bisnis pokok (core
competence) serta mana yang bukan. Kesalahan dalam menentukan aktivitas
bisnis yang akan dialihkan dapat memberikan dampak negatif yang besar atas
keseluruhan operasional perusahaan.
Perbedaan antara
kontrak jasa (contracting) serta outsourcing pada jenis-jenis outsourcing di atas sekilas terlihat
kurang banyak perbedaannya. Padahal dalam penerapannya di lapangan merupakan
dua hal yang sangat berbeda. Bahkan pada Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2003 Tentang Ketenagakerjaan, menjabarkan outsourcing
menjadi dua bagian, yaitu : menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada
perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa
pekerja/buruh.[18]
Kontrak jasa (contracting) yaitu pemberian pekerjaan
atau penyerahan pekerjaan tertentu pada pihak ketiga, di luar perusahaan
sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran tertentu telah lama sekali dikenal,
jauh sebelum konsep outsourcing
diperkenalkan. Apabila dilihat secara sepintas terdapat beberapa kesamaan
antara kontrak jasa dengan outsourcing, sebagai
berikut :[19]
1. Keduanya merupakan penyerahan atau
pemberian pekerjaan pada pihak ketiga di luar organisasi perusahaan;
2.
Pemberian pekerjaan tersebut disertai dengan syarat
pembayaran dan syarat-syarat lain;
3.
Keduanya memiliki batasan yang jelas mengenai pekerjaan
apa yang diberikan;
4. Keduanya
mempunyai batas waktu tertentu.
Kontrak
jasa dengan outsourcing sepintas
tampak sama dalam penerapan di lapangan. Namun terdapat perbedaan antara
Kontrak Jasa dengan outsourcing.
Kontrak jasa memiliki ciri-ciri sebagai serikut
:[20]
1.
Mempunyai tujuan sekedar menyelesaikan pekerjaan
tertentu;
2.
Menyerahkan tugas tertentu pada pihak ketiga;
3.
Perusahaan tidak sempat untuk mengerjakan tugas tersebut
sendiri;
4.
Hubungan dengan pihak ketiga merupakan hubungan jagka
pendek;
5.
Hubungan tidak menyangkut transfer sumber daya manusia;
6.
Hubungan kerja dengan pihak ketiga sekedar hubungan kerja
biasa;
7.
Tujuan lebih bersifat jangka pendek;
8.
Umumnya tidak menyangkut transfer peralatan atau aset
perusahaan.
Kontrak
jasa dari ciri-ciri tersebut di atas terlihat lebih mengarah kepada hubungan
jangka pendek atau proyek tertentu. Sementara Outsourcing sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
- Mempunyai tujuan strategis jangka panjang;
- Ingin menyerahkan pada pihak yang lebih profesional;
- Ingin konsentrasi pada kegiatan/bisnis pokok
perusahaan;
- Hubungan dengan pihak ketiga lebih bersifat jangka
panjang;
- Disertai
dengan transfer sumber daya manusia;
- Hubungan
pemberi kerja dengan pihak ketiga berkembang menjadi hubungan kemitraan
bisnis;
- Tujuan lebih menjangkau jangka panjang;
- Sering kali disertai dengan transfer peralatan;
D. Dasar pemikiran penerapan Outsourcing
Outsourcing merupakan suatu
kebutuhan dalam setiap organisasi, karena setiap organisasi pasti memiliki
spesialisasi pada satu atau beberapa bidang pekerjaan saja, sementara bidang
pekerjaan lain yang bukan merupakan spesialisasi organisasi tersebut dapat
dialihkan kepada pihak lain. Dalam perkembangan perdaban manusia,
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada outsourcing
ditemukan, sebagai contoh tentara bayaran yang disewa pasukan Romawi karena
pasukan Romawi kelelahan dalam bertempur. Hal tersebut merupakan suatu
kebutuhan organisasi yang tidak terelakkan.
Dalam
perkembangannya berdasarkan penelitian Greaver ditemukan beberapa alasan atau
dasar pemikiran diterapkannya Outsourcing
dalam suatu organisasi atau bisnis, yaitu:[21]
1. Alasan yang
bersifat organisasional
Berdasarakan
alasan ini, outsourcing dilakukan
sebagai upaya meningkatkan efektivitas organisasi melalui peningkatan fokus
pada kegiatan yang menjadi keunggulan organisasi, meningkatkan fleksibilitas
organisasi dalam beradaptasi dengan tuntutan dunia bisnis yang ada, adanya
transformasi organisasi, meningkatkan nilai produk dan pelayanan, kepuasan
pelanggan serta shareholder value;
1.
Peningkatan kegiatan yang terkait dengan bidang
operasional
Alasan
yang dapat dikategorikan adalah upaya meingkatkan kinerja operasional, memenuhi
kebutuhan akan keahlian tertentu, adanya keterampilan dan teknonologi yang
tidak dimiliki, meningkatkan upaya pengelolaan risiko, mengembangkan gagasan
inovatif dan meningkatkan kredibilitas serta pandangan melalui kerjasama dengan
provider yang kredibel;
2. Finansial
Alasan ini merupakan
dasar yang paling sering digunakan untuk menerapkan outsourcing, pada intinya alasan ini dilandasi pemikiran untuk
mengurangi investasi aset serta dana yang ada dapat dialihkan pada bentuk
investasi atau kepentingan lainnya;
3. Pendapatan/Revenue
Beberapa alasan yang
dapat digolongkan dalam kelompok ini antara lain untuk memperoleh pendapatan ke
dalam pasar dan kesempatan bisnis yang lebih luas melalui jaringan yang
dimiliki provider serta mempercepat ekspansi seiring deengan pengembangan
kapasitas, proses dan sistem yang dimiliki oleh provider;
4. Biaya
Dalam kelompok ini,
alasan yang termasuk didalamnya antara lain ialah menurunkan biaya melalui outsourcing.
E.
Tujuan Outsourcing
Tujuan strategis dari suatu outsourcing berarti bahwa outsourcing digunakan oleh perusahaan
untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan komparatif perusahaan agar dapat
mempertahankan hidup dan berkembang. Perusahaan yang dapat mempertahankan hidup
berarti tetap dapat mempertahankan pangsa pasar. Sementara berkembang berarti
dapat meningkatkan pangsa pasar. Oleh karena itu pekerjaan harus diserahkan
kepada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman daripada perusahaan
itu sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang deserahkan, tidak sekedar
pihak ketiga saja. Secara potensial, sebetulnya kesempatan itu ada dalam arti
bahwa setiap jenis pekerjaan, lambat atau cepat, akan ditekuni dan dapat
dikerjakan secara sangat baik dan profesional lebih suatu kelompok perusahaan
tertentu, dengan adanya spesialisasi.
Konsekuensi dari penerapan outsourcing
adalah Konsentrasi pada kegiatan pokok perusahaan berarti harus meningkatkan
profesionalisme dan kinerja di bidang yang seharusnya memang dikuasasi dengan
bak karena itu merupakan pekerjaan pokoknya. Hal ini merupakan faktor utama
dari spesialisasi. Hal tersebut merupakan tujuan jangka panjang dan hanya dapat
dicapai dengan baik apabila hubungan antara pemberi kerja dan penerima kerja
bersifat jangka panjang, saling menguntungkan, saling percaya dan saling
mendukung. Hubungan seperti inilah yang disebut dengan hubungan kemitraan
bisnis atau partnership.
Berdasarkan penelitian
yang dilakukan, outsourcing dapat
menjadi bermanfaat bagi suatu perusahaan secara maksimal apabila dapat dilihat
sebagai langkah strategis jangka panjang. Potensi keuntungan atau tujuan-tujuan
perusahaan melakukan outsourcing
diuraikan sebagai berikut:[22]
- Meningkatkan
fokus perusahaan
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan
diri pada masalah dan strategi utama dan umum, sementara pelaksana tugas
sehari-hari yang rutin serta umum dapat diserahkan pada pihak ketiga. Satu
alasan ini sering diaplikasikan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam
melakukan outsourcing. Pekerjaan
sehari-hari seringkali menghabiskan waktu manajemen yang dikejar deadline waktu pencapaian target
perusahaan. Dengan melakukan outsourcing,
manajemen dapat konsentarasi pada bisnis utama sehingga akan menghasilkan
keunggulan komparatif yang lebih besar dan mempercepat pengembangan perusahaan
serta lebih menjamin keberhasilan. Dengan meningkatkan fokus pada bisnis
utamanya, perusahaan juga akan lebih mampu meningkatkan keunggulan
perusahaannya secara lebih baik.
- Memanfaatkan
Kemampuan Kelas Dunia
Secara alamiah,
spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki serta dikembangkan oleh kontraktor
(outsourcing provider) mengakibatkan
kontraktor memiliki keunggulan kelas dunia
dalam keunggulan bisnisnya. Outsourcing
yang dilakukan tentunya haru sesuai dengan kemampuan perusahaan outsourcing tersebut. Kontraktor ini
tentunya dapat melakukan investasi jangka panjang dalam bidang teknologi serta
sumber daya manusia yang mahir dan ahli di bidangnya. Para
kontraktor juga mempunyai pengalaman dengan bekerjasama dengan kliennya dalam
memecahkan masalah-masalah yang mungkin serupa dalam bidangnya. Pengalaman dan
investasi ini dapat diartikan sebagai proses yang unggul di bidangnya.
- Mempercepat
keuntungan yang diperoleh dari reengineering
Outsourcing
merupakan produk samping dan salah satu management
tool yang unggul, yaitu Business
Process Reengineering. Reengineering
adalah pemikiran kembali secara fundamental mengenai proses bisnis, dengan
tujuan untuk melakukan perbaikan secara dramatis tentang ukuran-ukuran
keberhasilan yang kritis bagi pengusaha, yaitu biaya, mutu, jasa dan kecepatan.
Perbaikan proses di
perusahaan untuk menyesuaikan dengan standar perusahaan kelas dunia memerlukan
waktu yang sangat panjang serta sulit. Makin banyak perusahaan yang mengatasi
hal ini dengan melakukan outsourcing
agar mendapat penghasilan langsung dan tanpa risiko. Outsourcing menjadi salah satu cara dalam reengineering untuk mendapat manfaat saat ini, bukan manfaat yang
nanti akan diperoleh. Dengan cara menyerahkan tugas kepada pihak ketiga yang
sudah melakukan reengineering dan
menjadi unggul atas aktivitas-aktivitas tertentu.
- Membagi
risiko
Semua aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan serta seluruh investasi yang diperlukan untuk setiap
aktivitas tersebut harus dilakukan oleh perusahaan tersebut. Semua bentuk
investasi menanggung risiko tertentu. Apabila semua investasi dilakukan sendiri
maka seluruh risiko juga ditanggung sendiri. Apabila beberapa aktivitas
perusahaan dikontakkan pada pihak ketiga maka risiko akan ditanggung bersama.
Outsourcing
menimbulkan kemungkinan adanya pembagian risiko, yang akan memperingan dan
memperkecil risiko perusahaan. Risiko tidak hanya menyangkut keuangan, namun meliputi
juga kekakuan operasi. Dengan pembagian risiko, perusahaan akan lebih dapat
bergerak secara fleksibel, dapat cepat berubah ketika diperlukan. Pasar,
kompetisi, peraturan pemerintah, keadaan keuangan dan teknologi yang sering
berubah, merupakan bidang-bidang yang dapat berubah secara drastis. Hal
tersebut menuntut suatu fleksibilitas tertentu dari perusahaan untuk
menyesuaikan.
- Menggunakan sumber-sumber yang ada untuk aktifitas
yang lebih strategis.
Perusahaan
memiliki keterbatasan dalam pemilikan sumber daya. Tantangan yang terus menerus
harus dihadapi adalah bahwa sumber daya tersebut harus selalu memanfaatkan
bidang-bidang yang menguntungkan. Outsourcing
memungkinkan perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara
terbatas tersebut untuk bidang-bidang kegiatan utama. Sumber daya perusahaan
termasuk permodalan, sumber daya manusia dan fasilitas. Dalam hal sumber daya
manusia, kompetensinya ditujukan untuk menangani hal-hal intern yang rutin
serta umum, dapat dialihkan untuk menangani hal-hal yang bersifat ekstern.
- Memungkinkan
tersedianya dana modal
Outsourcing
mengurangi kebutuhan investasi dana pada fungsi-fungsi di luar bisnis inti.
Upaya tersebut akan memungkinkan dana-dana modal tersedia untuk area-area
bisnis inti. Outsourcing dapat
menyempurnakan pengukuran keuangan tertentu dengan menghapuskan kebutuhan Return On Equity (ROE) dari investasi
dana di luar bisnis inti.
- Menciptakan
dana segar
Outsourcing
dilakukan tidak hanya meliputi kontrak suatu aktivitas pada pihak ketiga, namun
juga disertai dengan penyerahan, penyewaan atau penjualan aset yang digunakan
untuk melakukan aktivitas tertentu. Aset tersebut misalnya kendaraan, bengkel,
peralatan angkut serta angkat. Dengan demikian akan mengalir dana segar masuk
ke dalam perusahaan. Dana ini akan menambah likuiditas perusahaan dan bisa
dipergunakan untuk maksud-maksud lain yang bermanfaat serta sesuai dengan fokus
utama perusahaan. Para mitra outsourcing akan mau membeli asset ini
seandainya mendapatkan harga yang menarik dan mendapatkan kemungkinan
kesempatan untuk memanfaatkan secara ekonomis, misalnya digunakan untuk
memberikan layanan pada pihak lain, dalam hal masih terdapat kapasitas yang
lebih.
- Mengurangi dan mengendalikan biaya-biaya operasional
Alasan
yang paling penting dalam hal pengendalian biaya operasional ini ialah
pemakaian penyedia jasa dengan struktur biaya lebih murah merupakan salah satu
keuntungan jangka pendek dari outsourcing.
Pengurangan biaya-biaya operasional dapat diwujudkan sebagai berikut :
a.
Dengan melakukan outsourcing,
biaya operasional yang terjadi (bensin, parkir, tol, perawatan mobil dan
lainnya) akan menjadi beban perusahaan outsourcing.
Perusahaan outsourcing akan
menjadikan beban tersebut kepada pemakai jasa dengan tariff yang ditentukan
setiap bulannya. Akibatnya perusahaan dibantu untuk mengendalikan biaya-biaya
operasional dari keobocoran atau kecurangan yang dilakukan oleh karyawannya.
b.
Biaya yang dibebankan akan menjadi lebih murah karena
kapasitas yang dikerjakan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing memungkinkan terciptanya efisiensi.
- Sumber
daya tidak perlu tersedia secara internal.
Perusahaan perlu
melakukan outsourcing untuk suatu
aktivitas tertentu karena perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan sumber daya
untuk melakukan aktivitas tersebut secara baik dan memadai di organisasinya.
Ketidakmampuan suatu perusahaan dikarenakan oleh biaya yang terlalu besar untuk
pemenuhan sumber daya dalam perusahaan.
10. Memecahkan masalah yang sulit
dikendalikan atau dikelola;
Outsourcing
digunakan unuk mengatasi pengelolaan hal atau mengawasi fungsi yang sulit
dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan dikendalikan ini, misalnya
birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus ditaati oleh perusahaan yang
dimiliki Negara dalam menjalankan fungsi pembelian barang dan jasa, yang sulit
ditembus dengan cara-cara yang biasa. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan
mengkontrakkan pekerjaan pada pihak swasta, yang tidak terikat pada birokrasi
tertentu. Contoh lain adalah mengkontrakkan pemeliharaan peralatan karena
setelah dilakukan usaha terus menerus untuk memperbaiki secara cukup
signifikan.
F. Pembagian Outsourcing
Setiap perusahaan mengeluarkan produk atau jasa yang merupakan hasil
akhir proses kerja dalam perusahaan. Dalam menghasilkan produk atau jasa
tersebut pasti memiliki proses kerja dalam organisasi yang kompleks. Kegiatan
tersebut dapat dibagi menjadi kegiatan pokok perusahaan (cores bussines) serta kegiatan penunjang perusahaan (non core activities). kegiatan utama
perusahaan merupakan kegiatan utama dalam rantai proses produksi dalam
menghasilkan produk atau jasa perusahaan untuk bersaing di pasaran.
Bisnis
utama harus dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan, sedangkan aktivitas
penunjang (non core activities) dapat
dilakukan outsourcing. Hal ini diatur
secara khusus pada pasal 65 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan, sebagai berikut:[23]
Pekerjaan yang dapat
diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1)
sebagai berikut:
- Dilakukan
secara terpisah dari kegiatan utama;
- Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak
langsung dari pemberi pekerjaan;
- Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara
keseluruhan;
- Tidak menghambat proses produksi secara langsung;
Hal
utama adalah penentuan suatu kegiatan atau pekerjaan apakah digolongkan ke
dalam core business atau tidak. Menurut pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diuraikan bahwa kegiatan penunjang di luar
jasa usaha pokok seuatu perusahaan merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak
berhubungan langsung dengan proses produksi. Adapun bunyi pasal 66 ayat (1)
Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut :
Pekerja/buruh dari
perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja
untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung
dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan
yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.
Dalam
penjelasan diuraikan secara lebih jelas tentang kegiatan penunjang tersebut,
sebagai berikut :[24]
Pada
pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang
berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan
memperkerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau
perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang
atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah
kegaitan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain :
usaha pelayanan kebersihan (cleaning
service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penujang di pertambangan
dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.
Berdasarkan ketentuan serta penjelasan
Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan outsourcing, Perusahaan wajib melakukan
pemisahan terlebih dahulu mana yang disebut sebagai pekerjaan pokok perusahaan
serta pekerjaan penunjang perusahaan.
G.
Pekerjaan Pokok (Core Bussines) dan
Pekerjaan Penunjang
(Non Core
Bussiness) Perusahaan
Dalam melaksanakan rantai proses kerjanya,
rata-rata setiap perusahaan membagi 2 (dua) bidang proses kerjanya, yaitu
kegiatan pokok perusahaan (core bussines)
dan kegiatan penunjang perusahaan (non core
bussines). Kegiatan pokok perusahaan biasanya merupakan kegiatan inti
perusahaan dalam menghasilkan produk atau jasa yang merupakan hasil akhir
rantai proses kerja pada perusahaan. Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang
bukan kegiatan inti perusahaan namun termasuk dalam rantai proses kerja
perusahaan. Apabila kegiatan penunjang ini berhenti, berarti menghambat atau
berhenti pula kegiatan pokok perusahaan.
Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang dapat dialihkan
kepada pihak lain, karena sifat pekerjaannya bukan merupakan rahasia perusahaan
yang harus dilindungi. Berikut pembahasan lebih mendalam mengenai perbedaan
antara kegiatan pokok perusahaan dengan kegiatan penunjang dalam perusahaan,
sehingga pemahaman akan outsourcing
menjadi lengkap dan jelas :
1.
Pekerjaan Pokok Perusahaan (Core Bussines)
Menurut Gareth R Jones, core
competence adalah keterampilan dan kemampuan perusahaan dalam aktivitas
penciptaan nilai tertentu (value creation)
yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk mencapai tingkat efisiensi,
kualitas, inovasi dan customer
resposiveness.[25]
Arti dari core competence (kompetensi
inti) adalah suatu keunggulan spesifik yang dimiliki perusahaan yang
memungkinnnya untuk bersaing secara efektif dengan kompetitornya.[26] Penjelasan lain tentang core competence adalah istilah yang digunakan untuk keahlian dan
keterampilan yang dimiliki perusahaan sehingga memungkinkan untuk unggul dalam
mengembangkan dan memasarkan produk yang berinitikan keahlian tersebut.[27]
Menurut Prahalad dan
Gary Hamel, terdapat 3 (tiga) hal yang dapat dijadikan indicator dalam
mengidentifikasi core competence suatu
fungsi/lembaga, yaitu :[28]
- Suatu
core competence harus memberikan
kontribusi yang cukup besar atas keunggulan yang dipersepsikan oleh
pelanggan (perceived customer benefits) dari hasil akhir, misalnya : mesin
mobil merupakan core competence
dari Honda Mobil.
- Suatu
core competence memberikan suatu
akses potensial ke dalam pasar yang luas;
- Suatu
core competence harus sulit
ditiru atau digantikan, dimana hal ini dilakukan melalui harmonisasi
kompleks antara teknologi dengan keahlian.
James Brian Quinn dan
Frederick G Hilmer berpendapat bahwa core
competence yang efektif mempunyai karakteristik sebagai berikut :[29]
Terdiri
atas sekumpulan keahlian atau pengetahuan dan bukan berupa produk atau fungsi,
yaitu suatu kemampuan intelektual atau sistem manajemen yang dapat menciptakan
suatu keunggulan kompetitif. Kompetensi meliputi aktivitas perancangan produk,
penciptaan teknologi, pelayanan konsumen yang diadasarkan pada pengetahuan dan
bukan atas pemilikan asset atau produk yang mudah ditiru atau digantikan dengan
barang pengganti.
Definisi tentang
pekerjaan pokok (core competence)
perusahaan yang kurang lebih memiliki maksud yang sama dengan definisi di atas,
ialah definisi dari Richardus Eko Indrajit, dimana definisinya lebih banyak
menekankan outsourcing sebagai suatu
kombinasi yang unik dari tahapan-tahapan di perusahaan yang sulit ditiru oleh
perusahaan lain. Adapun definisinya sebagai berikut :[30]
Core
competencies are the innovative combinations of knowledge, special skills,
proprietary technologies, information, and unique operating methods that
provide the product or the service that customers value and want to buy. Core
competencies are what sets the organization’s products and services apart from
the competitors similar offerings.
Perusahaan
Nissan, Toyota, dan Honda di Amerika mampu bersaing dengan tiga raksasa Ford,
General Motor, dan Chrysler antara lain dengan strategi ini. Pabrik Nissan di
Canton, Mississipi dan Smyrna di Tennessee, menggunakan dua strategi kunci
untuk mengalahkan kelompok Detroit, yaitu dengan outsourcing dan menggunakan karyawan non serikat buruh. Nissan
Syrna telah lama melakukan outsource
terhadap sebagian dari pekerjaan perakitan kepada perusahaan yang memasok suku
cadang yang dirakit. Pekerjaan perakitan dewasa ini oleh dunia industri mobil
sudah dianggap bukan sebagai usaha pokok.[31]
Perkembangan
industri mobil merupakan suatu contoh yang menarik dalam pembahasan core bussines dan non core bussines sekaligus perkembangan pengertian core business dalam industri tersebut.
Sekurang-kurangnya ada tiga perkembangan mengenai pengertian usaha pokok core business perusahaan mobil :[32]
a. Membuat Mobil
Awal
mula industri, pabrik atau perusahaan mobil memang membuat mobil secara penuh.
Kegiatan ini mencakup merancang mobil, membuat suku cadang dan komponen mobil,
lalu merakit mobil. Pada waktu itu tidak ada perusahaan lain yang mempunyai
teknologi, mampu, dan membuat suku cadang dan komponen mobil, kecuali
perusahaan mobil. Pada tahap ini usaha pokok perusahaan mobil adalah penuh yaitu
seperti disebutkan di atas : merancang, mendesain, membuat suku cadang dan
komponen, serta merakit mobil.
b. Merakit Mobil.
Dengan
berkembangnya spesialisasi, makin banyak suku cadang dan komponen yang dibuat
oleh perusahaan lain yang menspesialisasikan diri dalam membuat suku cadang
tertentu. Ban luar dan dalam dibuat pabrik ban, aki dibuat pabrik aki, tempat
duduk dibuat pabrik tempat duduk, mesin dibuat pabrik khusus mesin, dan
sebagainya. Pembuatan suku cadang dan komponen ini disesuaikan dengan desain
dan spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan mobil. Spesialisasi melahirkan
perbaikan mutu dan peningkatan efisiensi yang bermuara pada pengurangan harga
dan biaya. Maka aktivitas perusahaan atau pabrik mobil berkurang menjadi
pembuatan desain dan rekayasa dan perakitan. Pada tahap ini, usaha pokok
perusahaan mobil menjadi hanya merancang, mendesain, dan bermuara pada merakit
mobil. Tugas pembuatan suku cadang dan komponen sudah menjadi kegiatan atau
usaha penunjang.
c. Merancang atau
Merekayasa Mobil.
Tahap
selanjutnya ialah bahwa di beberapa tempat, aktivitas perakitan agaknya lebih
cepat, murah, dan bermutu jika dilakukan
bukan oleh pabrik mobil, tetapi oleh pemasok yang memasok suku cadang yang
bersangkutan. Maka secara bertahap perusahaan mobil menyerahkan kegiatan
perakitan mobil pada pemasok suku cadang dan komponen, karena mereka dapat
melakukannya dengan secara lebih baik, akurat, cepat, dan murah. Japan’s Nissan
Motor Coy menempuh kebijaksanaan ini secara global, tidak hanya pabriknya di Jepang,
tetapi juga di Meksiko, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan negara-negara
lain. Dengan demikian, yang mereka anggap sebagai usaha pokok tinggal
mendesain, merekayasa, dan merancang mobil.
Berdasarkan
contoh dari perkembangan di indstri mobil tersebut, maka konsep dan pengertian
pekerjaan pokok atau core business
dan pekerjaan penunjang atau non core
business adalah konsep yang berubah
dan berkembang secara dinamis. Oleh karena itu Alexander dan Young (1996)
mengatakan bahwa ada empat pengertian
yang dihubungkan dengan core
activity atau core business.
Keempat pengertian itu ialah:[33]
a. Kegiatan yang
secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan;
Definisi
bahwa usaha pokok adalah usaha yang tradisional dilakukan di dalam perusahaan
adalah definisi yang terlalu simplistis dan ketinggalan zaman, karena dunia
usaha sudah berubah sama sekali. Demikian juga gambaran perusahaan yang sukses
yaitu perusahaan yang mengerjakan semuanya seperti perusahaan Du Pont atau
General Electric tahun 1920an adalah gambaran yang ketinggalan zaman. Sekarang
ini, gambaran perusahaan yang sukses bukan diukur dari situ tetapi dari
pendapatan, dan nilai penjualan, dari nilai aset, dan dari hal-hal sejenis itu.
Perusahaan yang sekarang ini dianggap sukses justru mengalihkan sebagian besar
kegiatannya ke luar (outsourcing),
karena hanya dengan itu diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan mutu produk
yang unggul. Oleh karena itu mungkin 3 definisi yang berikut lebih sesuai
dengan kenyataan yang berkembang.
b. Kegiatan yang
bersifat kritis terhadap kinerja bisnis;
Dalam
faham ini, pemikiran mengenai usaha pokok lebih ditujukan pada kegiatan yang
sangat kritis terhadap atau sangat mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan.
Tetapi konsep ini masih dalam alam pemikiran bahwa untuk kegiatan kritis, hanya
perusahaan sendiri yang mampu mengerjakannya dengan handal. Di samping itu,
pengertian ’kritis’ juga tidak sangat jelas. Bagi industri minyak bumi,
pengeboran sumur minyak adalah persyaratan mutlak untuk mencari dan memproduksi
minyak. Kegiatan tersebut jelas sangat kritis untuk kinerja produksi minyak,
tetapi dalam kenyataannya, banyak produsen minyak mengkontrakkan pekerjaan
pengeboran sumur ini karena dianggap bukan usaha pokok dan dianggap lebih
efisien dan efektif.
c. Kegiatan yang
menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang maupun di waktu yang akan
datang;
Definisi
ketiga ini melihat usaha pokok sebagai perwujudan dari kompetensi pokok (core competence). Secara logika,
perusahaan akan mempunyai usaha pokok dalam bidang yang paling dikuasai, dan
bidang itu ialah kompetensi pokoknya. Jadi ada korelasi antara usaha pokok dan
kompetensi pokok. Dan kedua kombinasi ini akan menciptakan keunggulan
kompetitif. Apa sebenarnya yang disebut sebagai kompetensi pokok. Prahalad dan
Hamel (1990) memberikan definisi sebagai berikut:
’core
competence is the
collective learning in
the organization, especially how to coordinate diverse production skills
and integrate, multiple streams of technology’ ’core competence is essentially a bundle of corporate skills that can be put to work
in producing different
products, both current and future.’
Namun
definisi ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Misalnya suatu perusahaan
mempunyai dua jenis kompetensi pokok, yaitu dalam produksi primer dan produksi
sekunder. Namun dalam produksi sekunder, tingkat efisiensinya kalah
dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga perusahaan condong untuk melakukan
outsourcing terhadap aktivitas
produksi sekunder. Jadi definisi perlu dirubah menjadi kompotensi pokok yang
paling unggul atau pengertian kompetensi pokok termasuk kompetensi dalam
efisiensi.
d. Kegiatan
yang akan mendorong pengembangan yang akan datang, inovasi, atau peremajaan
kembali.
Definisi
keempat adalah semacam kemajuan dari definisi ketiga, sebagai akibat dari
perkembangan industri. Dalam contoh industri mobil di atas, perakitan mobil
dianggap sebagai keunggulan kompetitif dan sebagai kompetensi pokok perusahaan
mobil sehingga dianggap juga sebagai usaha pokoknya. Dengan munculnya
perusahaan-perusahaan lain yang lebih unggul dalam melaksanakan pekerjaan
perakitan, maka usaha pokok perusahaan mobil bergesar pada kegiatan yang lebih
pokok lagi, yang lebih menentukan keberhasilan perusahaan, yaitu desain,
perencanaan, dan perekayasaan. Inilah pendorong pengembangan dan inovasi di
bidang teknologi permobilan. Perusahaan mobil selanjutnya lebih berkonsentrasi
pada perekayasaan kendaraan, misalnya yang lebih hemat energi atau menggunakan
energi selain bahan bakar minyak bumi, yang lebih ramah lingkungan, yang lebih
murah, dan sebagainya. Sedangkan aktivitas perakitan dapat dilakukan outsourcing pada perusahaan lain yang
lebih profesional dan lebih unggul.
Definisi
usaha pokok yang digunakan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan lebih condong pada definisi pertama ini karena yang digunakan
sebagai contoh adalah aktivitas seperti jasa boga, tenaga pengaman, angkutan
pekerja/buruh, dan pembersihan kantor. Jenis-jenis aktivitas ini adalah jenis outsourcing yang paling kuno, yang baru
berupa pengontrakan biasa. Pengontrakan adalah cara pengalihan pekerjaan karena
berbagai alasan seperti terlalu merepotkan, pekerjaan terlalu rumit,
menghindarkan masalah ketenagakerjaan dan sebagainya. Sedangkan outsourcing ditempuh untuk alasan-alasan
yang lebih strategis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif untuk menghadapi
persaingan, dalam rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin kelangsungan
hidup dan perkembangan perusahaan.
Di
samping definisi yang berkembang mengenai bisnis pokok tersebut, ada suatu
metode yang efektif dalam menentukan bisnis pokok suatu perusahaan, sebagai
berikut:
a. Apabila
suatu pekerjaan sanggup dan dapat dikerjakan secara internal perusahaan;
b. Apabila
perusahaan/pihak lain dapat menggunakan perusahaan kita untuk melakukan suatu
pekerjaan (kemampuan pokok perusahaan);
2. Pekerjaan Penunjang Perusahaan (Non core bussines)
Kepentingan perusahaan untuk melakukan outsourcing dapat dikatakan lebih banyak
ke arah kepentingan pengusaha. Kepentingan pengusaha sering kali tidak sejalan
dengan kepentingan pekerjanya. Dari sudut pandang perusahaan, ketentuan yang
layak untuk dilaksanakan sendiri oleh perusahaan adalah bisnis utama, sedangkan
pekerjaan penunjang dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun pengalihan
kegiatan penunjang tersebut tetap harus didasarkan atas penelitian dan studi,
hal apa yang paling menguntungkan perusahaan (motif ekonomi).
Penjelasan pasal 66 Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebenarnya telah jelas menjabarkan hal-hal
apa saja yang dimaksud dengan kegiatan penunjang, yaitu :
“Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung
dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan.
Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service),
usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman
(security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan
perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.”
Kegiatan penunjang perusahaan
didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
sebagai suatu kegiatan di luar kegiatan pokok perusahaan. Sebenarnya dalam
penjelasan tersebut telah sangat jelas maksud dari pembuat Undang-Undang
mengenai arti kegiatan penunjang. Bahkan diberikan juga contoh dari kegiatan
penunjang tersebut, yaitu :
a. Usaha pelayanan kebersihan
b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja
c. Usaha tenaga pengaman
d. Usaha
penyediaan angkutan pekerja
Pada
pelaksanaannya di dunia industri seringkali kebutuhan perusahaan akan outsourcing tidak hanya sekedar
bidang-bidang seperti yang dicantumkan pada penjelasan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kebutuhan dunia industri akan outsourcing lebih kepada rantai proses
kerja yang bukan merupakan spesialisasi dari perusahaan tersebut. Pengalihan
kegiatan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan proses kerja yang cepat,
bermutu baik, serta perusahaan akan fokus pada peningkatan kualitas
dibandingkan dengan administrasi kepegawaian.
[1]
Richardus Eklo Indrajit, Proses Bisnis
Outsourcing, PT Grasindo, Jakarta ,
Cetakan 2004, hal 34.
[2] (Greaver
II, Maurice F (1999), Strategic Outsourcing,
A Structured Approach to Outsourcing
Decissiions and Initiatives, New York, Amacom, hal 3).
[3] Dave Griffiths, Theory and Practice of
Outsourcing, http://www.kudos idd.com/outsourcing/theory
_practice.htm.
[4] Prof
Dr. Aloysius Uwiyono bertindak sebagai ahli hukum untuk memberikan pandangannya
yang diajukan oleh pemohon yang terdiri dari perwakilan Serikat pekerja.
[5] Putusan
perkara Konstitusi No. 012/PUU-I/2003; Pengujian Undang-Undang No. 13 tahun
2003 Tentang ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945.
[6] Chandra Suwondo, Outsourcing; Impelementasi di Indonesia, Elex Media Computindo, Jakarta, hal 2.
[7] Muzni Tambuzai, Pelaksanaan
Outsourcing ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak mengaburkan
hubungan industrial, http:www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei 2005.
[8] Rhenald Kasali, Outsourcing as a Partnering for Harvesting, Diskusi
Seluk beluk Outsourcing, Pusat Studi
Jepang, 10 Maret 2005.
[9] Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal
3.
[11] Muzni
Tambusai, disampaikan pada Panel Diskusi
Kecenderungan Outsourcing dan Problematikanya, 21 September 2005 , Hotel Cempaka, Jakarta .
[12] Chandra Suwondo, Op Cit, hal. 3
[13] Chandra
Suwondo, Ibid, hal. 4
[14] Chandra
Suwondo, Ibid, hal. 4
[15] Chandra Suwondo, Ibid, Hal. 9.
[16] Richardus Eko
Indrajit, Op Cit, hal. 34.
[17] Muller, What is outsourcing an why should I
consider for my company, http: www.strategicsource.com/outsourcing.htm
[18] Pasal
64, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
[19] Richardus
Eko Indrajit, Op Cit, hal. 36.
[20] Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal. 37
[21] (Greaver II, Maurice F (1999), Strategic Outsourcing, A Structured Approach
to Outsourcing Decissions and Initiatives, New York, Amacom, hal 4)
[23] Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
[24] Penjelasan pasal 66
ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
[25] Jones,
Gareth R (2001), Organizational Theory, 3rd edition, London , Prentice Hall,
hal 201.
[26] Griffin , Ricky W and
Michale W, Pustay 2002, International Bussiness: A Managerial Perspective,
Prenctice Hall.
[27] Fahmi
Muthi(Juli 1995) Outsourcing,
Usahawan No. 07 Th XXIV, hal 26
[28] C.K.
Prahalad & Gary Hamel (mei – juni 1990), the core competence of the coporation, Harvard business Review, hal 79
).
[29] Quinn, JB & Frederick G Hilmer (1994), Strategic outsourcing, sloan management review, hal
43 – 45.
[30] Richardus Eko Indrajit, 7 Steps to Successful Outsourcing, Makalah
Presentasi yang disampaikan pada Workshop Outsourcing
Process and Management, World Trade Center Jakarta, 13-14 Oktober 2004.
[31] R. Djokopranoto, Outsourcing
Dalam Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, (Perspektif
Pengusaha), Materi Seminar Disampaikan pada Seminar Outsourcing: Process and Management, World Trade Center Jakarta, 13
– 14 Oktober 2005, hal 7.
[32] Ibid.
[33] R. Djokopranoto, Ibid, hal 9.
Langganan:
Postingan (Atom)