Jumat, 22 Juni 2012



“Jual Diri” Lewat Resume Kerja

Harga 1 kg jeruk dua puluh ribu rupiah di pasar tradisional. Setelah dibungkus dengan keranjang parcel dan diberi pita warna warni. Hap! Harganya melambung sampai ratusan ribu rupiah dan ditempatkan di tempat terhormat sebagai hantaran hari raya. Yap, make over itu perlu ! Begitu juga dalam melamar pekerjaan. Sehebat apapun pengalaman kerja kita, sepanjang apapun sertifikat yang kita punya, kalau tidak dikemas dengan baik dalam resume kerja atau Curicullum Vitae (CV) tentunya bisa jadi tidak ada yang tertarik.

CV merupakan tahap awal “jual diri” seorang job seeker, terkadang kita lupa bahwa kita bersaing dengan ratusan job seeker lainnya dalam memperebutkan posisi pekerjaan. Layaknya orang jual kecap, pastinya tidak ada kecap nomor dua, adanya selalu kecap nomor satu.  Bagaimana CV yang dapat dikatakan “menjual diri” ?


Pertama, Pahami cara kerja orang HRD dalam men-sortir CV kita. Pernahkah terbayang berapa lama seorang HRD melihat CV kita diantara ratusan job seeker. maksimal hanya 10 detik ! HRD hanya akan melihat apakah isi CV kita sesuai dengan job requirement yang mereka inginkan.  CV sebaiknya ringkas (maksimal 3 sampai 4 halaman), full data lengkap, misalkan anda menuliskan lulusan dari Universitas Trisakti. Jangan mengasumsikan pihak perusahaan pasti mengerti bahwa universitas Trisakti ada di Jakarta. Selain itu,  Miliki stock CV dalam bahasa Inggris dan Indonesia, apabila iklan lowongan kerja tersebut berbahasa Inggris, kirimkan CV berbahasa Inggris.


Kedua, Speak by reality atau jujur dalam CV. Jangan menggunakan prinsip “Palu Gada” atau “apa elu mau gua ada”. Jangan pernah menuliskan pengalaman yang tidak pernah anda alami langsung, dengan alasan hanya demi memenuhi job requirement yang diminta perusahaan.


Terakhir, Customize alias sesuaikan CV anda dengan job requirements yang diminta. Misalkan pada job requirements dibutuhkan sarjana hukum yang memiliki pengalaman dalam bidang pertambangan.  Apabila kita memang memiliki pengalaman tersebut, ada baiknya kita menjabarkan lebih detil pengalaman di bidang pertambangan secara detil, misalkan project yang pernah ditangani.    


Bagaimana dengan CV kita saat ini ? Saatnya perbaiki CV kita supaya lebih “menjual.”





Selasa, 22 Mei 2012

Implementasi Pengalihan Pekerjaan Penunjang dengan Outsourcing


IMPLEMENTASI PENGALIHAN PEKERJAAN PENUNJANG
DENGAN OUTSOURCING


A. Pengertian Outsourcing
  
   Outsourcing sebagai suatu pengalihan pekerjaan kepada pihak lain pada prakteknya telah banyak dilakukan sejak zaman dahulu di berbagai belahan dunia pada berbagai bidang usaha. Pengertian tentang outsourcing juga bervariasi pada masing-masing negara, namun dengan tetap mengacu pada pengalihan pekerjaan kepada pihak lain dengan tujuan-tujuan tertentu. Pengertian outsourcing ini berkembang dari masa ke masa seiring dengan perkembangan teknologi, perkembangan industri serta perkembangan pemikian tentang outsourcing. 
   Dalam pengertian umum, istilah outsourcing diartikan sebagai contract (work) out seperti dapat ditemukan di Concise Oxford Dictionary, sementara mengenai kontrak itu sendiri diartikan sebagai berikut :[1]
   “Contract to enter into or make a contract. From the latin contractus, the pastprticiple of contrahere, to draw together, bring about or enter into an agreement.”
(Webster’s English Dictionary)
Pengertian outsourcing secara khusus sendiri didefinisikan oleh Maurice F Greaver II, pada bukunya Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing Decissions and Initiatives, dijabarkan sebagai berikut :[2]
Outsourcing is the act of transferring some of an organization’s recurring internal activities and decision rights to outside providers as set forth in a contract.”

    Pada definisinya tersebut Maurice memandang Outsourcing sebagai suatu tindakan mengalihkan beberapa aktivitas perusahaan dan hak pengambilan keputusannya kepada pihak lain (outside provider), dimana tindakan ini terikat dalam suatu kontrak kerjasama. Pada definisi ini, Maurice menekankan bahwa pengambilan keputusan suatu perusahaan dapat dialihkan kepada pihak lain melalui suatu kontrak kerjasama, dengan jalan outsourcing. Definisi ini berbeda dengan definisi menurut Dave Griffiths dalam artikelnya “Theory and Practice of Outsourcing, mengemukakan definisi outsourcing sebagai berikut :[3]
“Strategic use of outside parties to perform activities, traditionally handled by internal staff and resources.”

     Apabila definisi yang dikemukakan oleh Maurice F Greaver II lebih banyak menekankan pada kontrak kerjasama yang timbul dari outsourcing, maka definisi Dave Griffiths lebih menekankan pada aktifitas dari perusahaan yang dikerjakan oleh pihak lain, namun tetap dengan manajemen serta pengaturan dari perusahaan itu sendiri.
Prof Dr. Aloysious Uwiyono, pada saat Judicial Review Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan[4], mengemukakan bahwa konstruksi hukum sistem outsourcing, yaitu adanya suatu perusahaan penyedia jasa pekerja merekrut calon pekerja untuk ditempatkan di perusahaan pengguna. Jadi disini diawali suatu hubungan hukum atau suatu perjanjian antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan perusahaan pengguna pekerja.[5]
Beberapa definisi tentang outsourcing yang dikemukakan oleh pakar serta praktisi outsourcing dari Indonesia, antara lain menyebutkan bahwa Outsourcing dalam bahasa Indonesia disebut sebagai alih daya, adalah pendelegasian operasi dan manajemen harian Dari suatu proses bisnis kepada pihak luar (perusahaan jasa outsourcing).[6] Muzni Tambuzai, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, mengemukakan
pengertian outsourcing sebagai memborongkan satu bagian atau beberapa bagian kegiatan perusahaan yang tadinya dikelola sendiri kepada perusahaan lain yang kemudian disebut sebagai penerima pekerjaan.[7]
Pakar manajemen Indonesia Rhenald Kasali memberikan pandangan yang sedikit berbeda tentang outsourcing, yaitu dengan membuat perbandingan definisi outsourcing serta definisi pekerjaan yang bukan outsourcing, sebagai berikut:[8]
What is outsourcing ? Outsourcing is the delegation of a business process to an external service provider. The service provider will then be responsible for the daya ti day running and maintenance of the delegated process.
What isn’t outsourcing ? Outsourcing should not be seen as a short term solution to a problem or need. To be truly effective, businesses should consider outsourcing as a long term solution solution whereby building a continued business relationship with the service provider will offer long term benefits to your customers.

Perbandingan definisi ini menjadi cukup unik dengan membandingkan waktu pelaksanaan pekerjaan yang merupakan outsourcing serta pekerjaan yang bukan merupakan outsourcing. Rhenald Kasali mengemukakan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang bersifat jangka pendek bukan merupakan suatu outsourcing. Delegasi suatu proses bisnis dalam jangka waktu yang panjang serta rutin merupakan pengertian dari outsourcing itu sendiri.
Berbagai definisi yang dikemukakan tentang Outsourcing di atas sebagai suatu pandangan bagi perusahaan dalam menangani masalah ketenagakerjaan berbeda dengan sub contracting dengan pekerjaan  yang hanya bersifat sementara saja. Setelah selesai suatu proyek maka hubungan kerjanya selesai. Sementara Outsourcing merupakan kegiatan yang berjalan secara rutin, berkaitan dengan kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dengan Outsourcing, suatu perusahaan dapat mengurangi tugas rutinnya serta memusatkan pada kegiatan pokok perusahaan yang akan mendukung dalam berkompetisi dalam dunia usaha maupun dengan kompetitornya yang lain.
     Spesialisasi terhadap kegiatan penunjang ini akan membuka jalan bagi outsourcing terhadap tugas-tugas yang bersifat bukan pokok (non core activities), yang menantang para pimpinan perusahaan untuk mengevaluasi kembali niat tradisional untuk melakukan memenuhi segala keperluan perusahaan dari sumber daya perusahaan sendiri. Potensi outsourcing adalah memperoleh kesempatan mengatur organisasi yang lebih fleksibel untuk melakukan kegiatan pokok perusahaan.[9]
Kelangsungan usaha suatu perusahaan sangat ditentukan dari kemampuan perusahaan tersebut bersaing dalam kompetisi bisnis. Kerasnya persaingan tersebut berdampak pada daya tahan perusahaan dalam menghadapi persaingan dengan kompetitor lain yang semakin global. Kecenderungan perusahaan untuk melakukan semua aspek bisnis dari hulu ke hilir secara individu sudah sulit untuk dilaksanakan. Beberapa jenis pekerjaan menjadi tidak efisien apabila dikerjakan sendiri oleh perusahaan dan secara kualitas lebih baik jika dikerjakan oleh pihak lain yang lebih spesialis dalam bidang tertentu. Apabila seluruh aspek bisnis perusahaan dilaksanakan sendiri, maka rentang kendali perusahaan akan menjadi sangat panjang dan organisasi menjadi besar dan kurang lincah untuk dapat bergerak di pasar.[10]
Kompetisi bisnis yang semakin keras mengahruskan perusahaan untuk harus lebih berkonsentasi pada rangkaian proses atau bisnis yang merupakan kegiatan pokoknya (core competence). Dengan konsentrasi pada kegiatan pokoknya, diharapkan perusahaan akan dapat menghasilkan produk atau jasa yang memiliki kualitas baik dan memiliki daya saing di pasar nasional maupun internasional. Fenomena yang berkembang dalam masyarakat pada dunia sekarang ini lebih banyak berorientasi kepada pasar yang dapat berubah sewaktu-waktu dan sulit diduga sebelumnya. Tingkat persaingan bisnis yang semakin tajam, menuntut adanya suatu organisasi perusahaan yang ramping, efisien dan efektif.[11]
Outsourcing muncul sebagai solusi terbaik bagi perusahaan dalam meningkatkan daya saingnya pada pasar global. Dengan mengalihkan kegiatan penunjang dalam proses bisnisnya kepada pihak lain, diharapkan perusahaan akan dapat konsentrasi pada strategi meningkatkan mutu produk atau jasa, pemasaran dan hal-hal lain yang lebih bersifat strategis dan merupakan kegiatan pokok perusahaan. Outsourcing dapat memberikan keuntungan bagi pihak manajemen maupun karyawan itu sendiri. Bagi karyawan tentunya rasa aman dalam bekerja menjadi prioritas nomor satu, bagi pengusaha tentunya rasa aman dalam melangsungkan usahanya menjadi hal yang penting. Outsourcing merupakan salah satu alternatif solusi dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam perusahaan. 



B. Evolusi Outsourcing

   Teori serta konsep-konsep Outsourcing yang sedang berkembang di dunia usaha, sebenarnya secara praktik telah dilaksanakan sejak zaman dahulu, walaupun pada zaman dahulu outsourcing belum mendapatkan perhatian serta kaijan khusus, mengingat masih belum banyak menimbulkan masalah, terutama dalam permasalahan ketenagakerjaan. Sejak revolusi industri, perusahaan-perusahaan telah berusaha keras menemukan langkah terobosan untuk mendapatkan keuntungan kompetitif dan meningkatkan penjualan. Tipe umum perusahaan abad 20 adalah perusahaan besar terintegrasi yang dapat ”memiliki, mengatur, dan mengontrol secara langsung” semua asetnya.[12]
     Bentuk outsourcing pada zaman dahulu yang terdapat dalam sejarah dunia, sebagai contoh bahwa kerajaan Romawi menyewa ahli bangunan dari luar Romawi untuk mendirikan kota dengan konsep yang tertata rapi, karena mereka menganggap tata kota harus diserahkan pada pihak yang ahli. Selain itu untuk mengatasi kekurangan prajurit dalam peperangan, pihak Romawi menyewa prajurit asing. Hal ini sangat efektif, karena prajurit yang disewa tersebut dijamin telah ahli dalam peperangan, dibandingkan jika pihak Romawi harus mendidik pemuda-pemuda dari awal serta memelihara prajurit tersebut jika tidak ada peperangan. Mulai masalah gaji hingga asrama dan lainnya, dimana hal tersebut tentunya dapat menjadi beban pihak Romawi yang seharusnya dapat ditekan dengan prajurit sewaan tersebut.
Pada bentuk organisasi terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga, secara tidak langsung juga telah terdapat kegiatan yang mengarah pada outsourcing. Penyerahan tugas rumah tangga seperti memasak, membersihkan rumah diserahkan pada pembantu rumah tangga yang dibayar khusus. Tukang kebun juga dibayar khusus untuk membersihkan halam dan pekarangan rumah. Walaupun sebenarnya pekerjaan memasak dan membersihkan rumah merupakan tugas dari ibu rumah tangga, karena keterbatasan tenaga, waktu serta kemampuan, tugas tersebut diserahkan kepada pihak di luar keluarga yang dibayar khusus untuk menyelesaikan pekerjaan rumah tangga tersebut.
Adapun Evolusi dalam bidang Outsourcing yang terdokumentasikan secara periodik diuraikan sebagai berikut:[13]
1. Periode Tahun 1950 – 1960
Para pelaku usaha cenderung melakukan diversifikasi usaha diharapkan dapat memproteksi keuntungan, walaupun untuk pengembangannya diperlukan beberapa tingkatan manajemen. Hal tersebut dilakukan guna memperbesar basis perusahaan serta mengambil keuntungan dari perkembangan ekonomi.
2. Periode Tahun 1970 – 1980
Perusahaan berusaha dalam persaingan global, tetapi mengalami kesulitan  karena kurangnya persiapan akibat struktur manajemen yang membengkak. Akibatnya, risiko usaha dalam segala hal, termasuk risiko tenaga kerja pun meningkat. Pada periode ini perusahaan harus memusatkan pada kegiatan pokok perusahaan yang berkaitan dengan bisnis inti, mengidentifikasi hal-hal yang kritikal serta memutuskan bidang-bidang apa saja yang akan dilaihkan kepada pihak lain secara outsourcing. Pada periode ini awal pemikiran outsourcing yaitu membagi risiko usaha dalam berbagai masalah, termasuk ketenagakerjaan. Hal tersebut dikarenakan :
a. Perubahan paradigma dari pekerja adalah aset terbesar menjadi kewajiban terbesar perusahaan;
  Pemilik modal mengeluh tidak dapat konsentrasi pada produk dan pelayanan, nasabah serta pasar, kualitas maupun distribusi, karena waktunya habis untuk masalah ketenagakerjaan.
b. Perubahan paradigma dari pandangan tradisional bahwa pekerja melayani sistem menjadi kerja modern bahwa sistem harus melayani pekerja;
  Dengan outsourcing, sistem yang terbentuk pada organisasi adalah sistem fungsi dan proses, yang dilakukan outsourcing untuk melayani pekerja dalam organisasi. Konsekuensinya tidak diperlukan lagi pengawas untuk megendalikan fungsi dan proses yang dilakukan outsourcing.   
c. Sistem pengembangan karir cenderung menghasilkan orang buangan bagi pekerja kerah biru (seperti : Satpam dan Office Boy);
  Pekerja tersebut merasa sebagai orang buangan karena tidak dapat meningkatkan karir. Dengan outsourcing pekerja dapat meningkatkan karirnya pada bidang usaha yang merupakan spesialisasinya.
d. Keterbatasan teknologi otomatisasi
  Tekonologi otomatisasi yang cepat pada dunia usaha dapat membantu pekerja dalam menangani pekerjaan-pekerjaannya. Pada tahap awal, sebelum tahun 1989, outsourcing belum mengidentifikasikan secara formal sebagai strategi bisnis (Mullinj, 1996). Banyak perusahaan yang tidak secara total melengkapi diri. Mereka hanya melakukan outsourcing pada fungsi-fungsi yang tidak mampu dikerjakan secara internal. Perusahaan penerbitan, misalnya, sering kali membeli komposisi desain, percetakan dan jasa penyelesaian penerbitan dari luar.[14]

3. Periode Tahun 1990 
Perusahaan-perusahaan besar mulai memanfaatkan outsourcing untuk menangani fungsi inti perusahaan, seperti Customer Service dan fungsi lainnya. Tahun 1996, Eastman Kodak melakukan outsourcing pada sistim Information Technology (IT), yang kemudian banyak diikuti oleh banyak perusahaan besar. Hal ini merupakan suatu inovasi baru mengingat Kodak menganggap bahwa IT bukanlah bisnis inti  dari perusahaan Kodak. Pada periode ini outsourcing telah menjadi alat manajemen yang menjadi pendukung tujuan dan sasaran perusahaan.
Pada periode ini, perusahaan mulai memusatkan perhitungan penghitungan biaya. Mereka melakukan outsourcing fungsi-fungsi yang penting untuk kelangsungan perusahaan, tetapi tidak berhubungan dengan bisnis inti perusahaan. Manajer mengadakan kontrak atau perjanjian dengan perusahaan outsourcing untuk menyelesaikan akuntansi, sumber daya manusia, proses data, distribusi surat internal, keamanan (Satpam), perawatan tanaman, dan hal lainnya dengan tujuan Good Houskeeping. Komponen-komponen outsourcing dalam penghematan biaya pada fungsi utama berada pada tahap lain. Pada tahap ini, para manajer mencari terobosan untuk perbaikan masalah keuangan perusahaan.[15]

C. Jenis-Jenis Outsourcing
Outsourcing terjadi pada saat sebuah perusahaan menggunakan badan usaha atau pihak luar untuk menyediakan atau menjalankan fungsi bisnis yang diperlukan. Hal ini merupakan alternatif bagi perusahaan dalam menjalankan suatu fungsi bisnisnya. Outsourcing berbeda dengan sub-contracting, sebab fungsi atau proses bisnis yang dijalankan dikelola secara terus menerus, seiring dengan berlangsungnya kegiatan perusahaan itu sendiri dan bukan merupakan proyek khusus berjangka pendek.
Outsourcing dapat diartikan sebagai penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga. Jenis penyerahan pekerjaan kepada pihak ketiga ini dapat bermacam-macam bentuknya, tergantung dari objek yang diperjanjikan serta jenis pekerjaan yang dialihkan. Pada prakteknya dikenal beberapa tipe-tipe outsourcing yang dapat dikenali. Pembagian tipe-tipe outsourcing sebagai berikut :[16]
1. Contracting;
Penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan bentuk yang paling dasar serta merupakan bentuk yang telah digunakan sejak lama. Langkah ini bukan merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk mengambil posisi dalam pasar. Tujuannya hanya sekedar langkah praktis dan taktis saja. Biaya yang dikeluarkan juga bukan menjadi hal yang besar bagi perusahaan.
Contoh :
a.       Pemeliharaan Taman Kantor; 
b.      Penyediaan makan siang bagi karyawan;
c.       Penyediaan alat tulis bagi perusahaan.
2. Outsourcing;
  Penyerahan aktivitas perusahaan pada pihak ketiga dengan tujuan untuk mendapatkan kinerja pekerjaan yang professional serta dengan mutu yang standar dunia. Pemilihan pemberi jasa merupakan hal yang sangat vital. Diperlukan pemberi jasa yang khusus pada jenis pekerjaan atau aktivitas yang diserahkan. Kompetensi utama dari dari pihak yang diberikan amanah melakukan pekerjaan memang pada jenis pekerjaan tersebut. Dengan pengendalian yang tepat, pemberi kerja diharapkan mmpu memberikan kontribusi dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan. Outsourcing merupakan langkah strategis bagi perusahaan dalam arti mempunyai kontribusi dalam menentukan kebijakan suatu perusahaan.
3. Insourcing
     Perusahaan bbukan menyerahkan aktivitas pada perusahaan lain yang dianggap lebih kompeten, namun justru mengambil dan menerima pekerjaan dari perusahaan lain dengan berbagai motivasi. Salah satu motivasi yang utama ialah menjaga tingkat produktivitas dan penggunaan aset yang maksimal agar biaya satuan dapat ditekan sehingga menjaga dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Kompetensi utama perusahaan tidak hanya digunakan oleh perusahaan sendiri, tetapi juga dapat digunakan perusahaan lain dengan imbalan tertentu. Hal ini penting, seandainya kapasitas produksi tidak digunakan secara penuh namun ada sumber daya yang tidak maksimal digunakan.
4. Co-Sourcing;
  Hubungan pekerjaan dan aktivitas antara perusahaan dengan rekanan perusahaan lebih erat dari sekedar hubungan outsourcing biasa. Hal ini terjadi dalam hal staf spesialis perusahaan diperbantukan kepada rekanan pemberi jasa karena langkanya keahlian yang diperlukan atau karena perusahaan tidak mau kehilangan staf spesialis tersebut. Dengan cara ini, keberhasilan pekerjaan seakan menjadi tanggung jawab bersama, termasuk juga risiko kegagalan.
5. Benefit-Based-Relationship
  Hubungan outsourcing yang terjadi dimana sejaka awal kedua pihak mengadakan investasi bersama, dengan pembagian kerja tertentu. Kedua pihak saling mendukung dan terdapat saling ketergantungan. Kedua pihak mendapat pembagian keuntungan berdasarkan formula yang disetujui bersama.
  Tipe outsourcing merupakan tipe yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Adapun pengalihan pekerjaan tersbeut dengan mempertimbangkan Kompetensi utama dari dari pihak yang diberikan amanah melakukan pekerjaan memang pada jenis pekerjaan tersebut. Dengan menyerahkan pekerjaan kepada pihak yang profesional pada bidangnya, diharapkan perusahaan akan lebih konsentrasi pada keunggulan kompetitifnya dalam persaingan usaha.
Outsourcing merupakan fungsi atau proses bisnis yang dijalankan dikelola secara terus menerus, seiring dengan berlangsungnya kegiatan perusahaan itu sendiri dan bukan merupakan proyek khusus jangka pendek. Melalui outsourcing perusahaan dapat mengurangi tugas rutinnya dan memusatkan perhatian pada kekuatan inti yang akan mendukung dalam berkompetisi dan mencapai sukses.[17]
Berhasil atau tidaknya penerapan outsourcing pada sebuah perusahaan sangat ditentukan oleh kemampuan perusahaan untuk menentukan mana proses yang merupakan bisnis pokok (core competence) serta mana yang bukan. Kesalahan dalam menentukan aktivitas bisnis yang akan dialihkan dapat memberikan dampak negatif yang besar atas keseluruhan operasional perusahaan.
Perbedaan antara kontrak jasa (contracting) serta outsourcing pada jenis-jenis outsourcing di atas sekilas terlihat kurang banyak perbedaannya. Padahal dalam penerapannya di lapangan merupakan dua hal yang sangat berbeda. Bahkan pada Pasal 64 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, menjabarkan outsourcing menjadi dua bagian, yaitu : menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh.[18]
Kontrak jasa (contracting) yaitu pemberian pekerjaan atau penyerahan pekerjaan tertentu pada pihak ketiga, di luar perusahaan sendiri, dengan persyaratan dan pembayaran tertentu telah lama sekali dikenal, jauh sebelum konsep outsourcing diperkenalkan. Apabila dilihat secara sepintas terdapat beberapa kesamaan antara kontrak jasa dengan outsourcing, sebagai berikut  :[19]
1. Keduanya merupakan penyerahan atau pemberian pekerjaan pada pihak ketiga di luar organisasi perusahaan;
2. Pemberian pekerjaan tersebut disertai dengan syarat pembayaran dan syarat-syarat lain;
3. Keduanya memiliki batasan yang jelas mengenai pekerjaan apa yang diberikan;
4. Keduanya mempunyai batas waktu tertentu.
Kontrak jasa dengan outsourcing sepintas tampak sama dalam penerapan di lapangan. Namun terdapat perbedaan antara Kontrak Jasa dengan outsourcing. Kontrak jasa memiliki ciri-ciri sebagai serikut  :[20]
1. Mempunyai tujuan sekedar menyelesaikan pekerjaan tertentu;
2. Menyerahkan tugas tertentu pada pihak ketiga;
3. Perusahaan tidak sempat untuk mengerjakan tugas tersebut sendiri;
4. Hubungan dengan pihak ketiga merupakan hubungan jagka pendek;
5. Hubungan tidak menyangkut transfer sumber daya manusia;
6. Hubungan kerja dengan pihak ketiga sekedar hubungan kerja biasa;
7. Tujuan lebih bersifat jangka pendek;
8. Umumnya tidak menyangkut transfer peralatan atau aset perusahaan.

Kontrak jasa dari ciri-ciri tersebut di atas terlihat lebih mengarah kepada hubungan jangka pendek atau proyek tertentu. Sementara Outsourcing sendiri memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
  1. Mempunyai tujuan strategis jangka panjang;
  2. Ingin menyerahkan pada pihak yang lebih profesional;
  3. Ingin konsentrasi pada kegiatan/bisnis pokok perusahaan;
  4. Hubungan dengan pihak ketiga lebih bersifat jangka panjang;
  5. Disertai dengan transfer sumber daya manusia;
  6. Hubungan pemberi kerja dengan pihak ketiga berkembang menjadi hubungan kemitraan bisnis;
  7. Tujuan lebih menjangkau jangka panjang;
  8. Sering kali disertai dengan transfer peralatan;




D. Dasar pemikiran penerapan Outsourcing

Outsourcing merupakan suatu kebutuhan dalam setiap organisasi, karena setiap organisasi pasti memiliki spesialisasi pada satu atau beberapa bidang pekerjaan saja, sementara bidang pekerjaan lain yang bukan merupakan spesialisasi organisasi tersebut dapat dialihkan kepada pihak lain. Dalam perkembangan perdaban manusia, kegiatan-kegiatan yang mengarah pada outsourcing ditemukan, sebagai contoh tentara bayaran yang disewa pasukan Romawi karena pasukan Romawi kelelahan dalam bertempur. Hal tersebut merupakan suatu kebutuhan organisasi yang tidak terelakkan. 
Dalam perkembangannya berdasarkan penelitian Greaver ditemukan beberapa alasan atau dasar pemikiran diterapkannya Outsourcing dalam suatu organisasi atau bisnis, yaitu:[21]
1. Alasan yang bersifat organisasional
Berdasarakan alasan ini, outsourcing dilakukan sebagai upaya meningkatkan efektivitas organisasi melalui peningkatan fokus pada kegiatan yang menjadi keunggulan organisasi, meningkatkan fleksibilitas organisasi dalam beradaptasi dengan tuntutan dunia bisnis yang ada, adanya transformasi organisasi, meningkatkan nilai produk dan pelayanan, kepuasan pelanggan serta shareholder value; 
1. Peningkatan kegiatan yang terkait dengan bidang operasional
Alasan yang dapat dikategorikan adalah upaya meingkatkan kinerja operasional, memenuhi kebutuhan akan keahlian tertentu, adanya keterampilan dan teknonologi yang tidak dimiliki, meningkatkan upaya pengelolaan risiko, mengembangkan gagasan inovatif dan meningkatkan kredibilitas serta pandangan melalui kerjasama dengan provider yang kredibel;
2. Finansial
Alasan ini merupakan dasar yang paling sering digunakan untuk menerapkan outsourcing, pada intinya alasan ini dilandasi pemikiran untuk mengurangi investasi aset serta dana yang ada dapat dialihkan pada bentuk investasi atau kepentingan lainnya;
3. Pendapatan/Revenue
Beberapa alasan yang dapat digolongkan dalam kelompok ini antara lain untuk memperoleh pendapatan ke dalam pasar dan kesempatan bisnis yang lebih luas melalui jaringan yang dimiliki provider serta mempercepat ekspansi seiring deengan pengembangan kapasitas, proses dan sistem yang dimiliki oleh provider;
4. Biaya
Dalam kelompok ini, alasan yang termasuk didalamnya antara lain ialah menurunkan biaya melalui outsourcing.

E. Tujuan Outsourcing
   Tujuan strategis dari suatu outsourcing berarti bahwa outsourcing digunakan oleh perusahaan untuk meningkatkan kemampuan dan keunggulan komparatif perusahaan agar dapat mempertahankan hidup dan berkembang. Perusahaan yang dapat mempertahankan hidup berarti tetap dapat mempertahankan pangsa pasar. Sementara berkembang berarti dapat meningkatkan pangsa pasar. Oleh karena itu pekerjaan harus diserahkan kepada pihak yang lebih profesional dan lebih berpengalaman daripada perusahaan itu sendiri dalam melaksanakan jenis pekerjaan yang deserahkan, tidak sekedar pihak ketiga saja. Secara potensial, sebetulnya kesempatan itu ada dalam arti bahwa setiap jenis pekerjaan, lambat atau cepat, akan ditekuni dan dapat dikerjakan secara sangat baik dan profesional lebih suatu kelompok perusahaan tertentu, dengan adanya spesialisasi.
    Konsekuensi dari penerapan outsourcing adalah Konsentrasi pada kegiatan pokok perusahaan berarti harus meningkatkan profesionalisme dan kinerja di bidang yang seharusnya memang dikuasasi dengan bak karena itu merupakan pekerjaan pokoknya. Hal ini merupakan faktor utama dari spesialisasi. Hal tersebut merupakan tujuan jangka panjang dan hanya dapat dicapai dengan baik apabila hubungan antara pemberi kerja dan penerima kerja bersifat jangka panjang, saling menguntungkan, saling percaya dan saling mendukung. Hubungan seperti inilah yang disebut dengan hubungan kemitraan bisnis atau partnership.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, outsourcing dapat menjadi bermanfaat bagi suatu perusahaan secara maksimal apabila dapat dilihat sebagai langkah strategis jangka panjang. Potensi keuntungan atau tujuan-tujuan perusahaan melakukan outsourcing diuraikan sebagai berikut:[22]
  1. Meningkatkan fokus perusahaan
Dengan melakukan outsourcing, perusahaan dapat memusatkan diri pada masalah dan strategi utama dan umum, sementara pelaksana tugas sehari-hari yang rutin serta umum dapat diserahkan pada pihak ketiga. Satu alasan ini sering diaplikasikan oleh perusahaan-perusahaan besar dalam melakukan outsourcing. Pekerjaan sehari-hari seringkali menghabiskan waktu manajemen yang dikejar deadline waktu pencapaian target perusahaan. Dengan melakukan outsourcing, manajemen dapat konsentarasi pada bisnis utama sehingga akan menghasilkan keunggulan komparatif yang lebih besar dan mempercepat pengembangan perusahaan serta lebih menjamin keberhasilan. Dengan meningkatkan fokus pada bisnis utamanya, perusahaan juga akan lebih mampu meningkatkan keunggulan perusahaannya secara lebih baik.
  1. Memanfaatkan Kemampuan Kelas Dunia
Secara alamiah, spesialisasi pekerjaan seperti yang dimiliki serta dikembangkan oleh kontraktor (outsourcing provider) mengakibatkan kontraktor memiliki keunggulan kelas dunia  dalam keunggulan bisnisnya. Outsourcing yang dilakukan tentunya haru sesuai dengan kemampuan perusahaan outsourcing tersebut. Kontraktor ini tentunya dapat melakukan investasi jangka panjang dalam bidang teknologi serta sumber daya manusia yang mahir dan ahli di bidangnya. Para kontraktor juga mempunyai pengalaman dengan bekerjasama dengan kliennya dalam memecahkan masalah-masalah yang mungkin serupa dalam bidangnya. Pengalaman dan investasi ini dapat diartikan sebagai proses yang unggul di bidangnya.






  1. Mempercepat keuntungan yang diperoleh dari reengineering
Outsourcing merupakan produk samping dan salah satu management tool yang unggul, yaitu Business Process Reengineering. Reengineering adalah pemikiran kembali secara fundamental mengenai proses bisnis, dengan tujuan untuk melakukan perbaikan secara dramatis tentang ukuran-ukuran keberhasilan yang kritis bagi pengusaha, yaitu biaya, mutu, jasa dan kecepatan.
Perbaikan proses di perusahaan untuk menyesuaikan dengan standar perusahaan kelas dunia memerlukan waktu yang sangat panjang serta sulit. Makin banyak perusahaan yang mengatasi hal ini dengan melakukan outsourcing agar mendapat penghasilan langsung dan tanpa risiko. Outsourcing menjadi salah satu cara dalam reengineering untuk mendapat manfaat saat ini, bukan manfaat yang nanti akan diperoleh. Dengan cara menyerahkan tugas kepada pihak ketiga yang sudah melakukan reengineering dan menjadi unggul atas aktivitas-aktivitas tertentu.

  1. Membagi risiko
Semua aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan serta seluruh investasi yang diperlukan untuk setiap aktivitas tersebut harus dilakukan oleh perusahaan tersebut. Semua bentuk investasi menanggung risiko tertentu. Apabila semua investasi dilakukan sendiri maka seluruh risiko juga ditanggung sendiri. Apabila beberapa aktivitas perusahaan dikontakkan pada pihak ketiga maka risiko akan ditanggung bersama.
Outsourcing menimbulkan kemungkinan adanya pembagian risiko, yang akan memperingan dan memperkecil risiko perusahaan. Risiko tidak hanya menyangkut keuangan, namun meliputi juga kekakuan operasi. Dengan pembagian risiko, perusahaan akan lebih dapat bergerak secara fleksibel, dapat cepat berubah ketika diperlukan. Pasar, kompetisi, peraturan pemerintah, keadaan keuangan dan teknologi yang sering berubah, merupakan bidang-bidang yang dapat berubah secara drastis. Hal tersebut menuntut suatu fleksibilitas tertentu dari perusahaan untuk menyesuaikan.

  1. Menggunakan sumber-sumber yang ada untuk aktifitas yang lebih strategis.
Perusahaan memiliki keterbatasan dalam pemilikan sumber daya. Tantangan yang terus menerus harus dihadapi adalah bahwa sumber daya tersebut harus selalu memanfaatkan bidang-bidang yang menguntungkan. Outsourcing memungkinkan perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara terbatas tersebut untuk bidang-bidang kegiatan utama. Sumber daya perusahaan termasuk permodalan, sumber daya manusia dan fasilitas. Dalam hal sumber daya manusia, kompetensinya ditujukan untuk menangani hal-hal intern yang rutin serta umum, dapat dialihkan untuk menangani hal-hal yang bersifat ekstern.

  1. Memungkinkan tersedianya dana modal
Outsourcing mengurangi kebutuhan investasi dana pada fungsi-fungsi di luar bisnis inti. Upaya tersebut akan memungkinkan dana-dana modal tersedia untuk area-area bisnis inti. Outsourcing dapat menyempurnakan pengukuran keuangan tertentu dengan menghapuskan kebutuhan Return On Equity (ROE) dari investasi dana di luar bisnis inti.

  1. Menciptakan dana segar
Outsourcing dilakukan tidak hanya meliputi kontrak suatu aktivitas pada pihak ketiga, namun juga disertai dengan penyerahan, penyewaan atau penjualan aset yang digunakan untuk melakukan aktivitas tertentu. Aset tersebut misalnya kendaraan, bengkel, peralatan angkut serta angkat. Dengan demikian akan mengalir dana segar masuk ke dalam perusahaan. Dana ini akan menambah likuiditas perusahaan dan bisa dipergunakan untuk maksud-maksud lain yang bermanfaat serta sesuai dengan fokus utama perusahaan. Para mitra outsourcing akan mau membeli asset ini seandainya mendapatkan harga yang menarik dan mendapatkan kemungkinan kesempatan untuk memanfaatkan secara ekonomis, misalnya digunakan untuk memberikan layanan pada pihak lain, dalam hal masih terdapat kapasitas yang lebih.

  1. Mengurangi dan mengendalikan biaya-biaya operasional
Alasan yang paling penting dalam hal pengendalian biaya operasional ini ialah pemakaian penyedia jasa dengan struktur biaya lebih murah merupakan salah satu keuntungan jangka pendek dari outsourcing. Pengurangan biaya-biaya operasional dapat diwujudkan sebagai berikut :
a. Dengan melakukan outsourcing, biaya operasional yang terjadi (bensin, parkir, tol, perawatan mobil dan lainnya) akan menjadi beban perusahaan outsourcing. Perusahaan outsourcing akan menjadikan beban tersebut kepada pemakai jasa dengan tariff yang ditentukan setiap bulannya. Akibatnya perusahaan dibantu untuk mengendalikan biaya-biaya operasional dari keobocoran atau kecurangan yang dilakukan oleh karyawannya.
b. Biaya yang dibebankan akan menjadi lebih murah karena kapasitas yang dikerjakan oleh perusahaan penyedia jasa outsourcing memungkinkan terciptanya efisiensi.
  1. Sumber daya tidak perlu tersedia secara internal.
Perusahaan perlu melakukan outsourcing untuk suatu aktivitas tertentu karena perusahaan tidak dapat memenuhi kebutuhan sumber daya untuk melakukan aktivitas tersebut secara baik dan memadai di organisasinya. Ketidakmampuan suatu perusahaan dikarenakan oleh biaya yang terlalu besar untuk pemenuhan sumber daya dalam perusahaan.
10.  Memecahkan masalah yang sulit dikendalikan atau dikelola;
Outsourcing digunakan unuk mengatasi pengelolaan hal atau mengawasi fungsi yang sulit dikendalikan. Fungsi yang sulit dikelola dan dikendalikan ini, misalnya birokrasi ekstern yang sangat berbelit yang harus ditaati oleh perusahaan yang dimiliki Negara dalam menjalankan fungsi pembelian barang dan jasa, yang sulit ditembus dengan cara-cara yang biasa. Hal ini mungkin dapat dilakukan dengan mengkontrakkan pekerjaan pada pihak swasta, yang tidak terikat pada birokrasi tertentu. Contoh lain adalah mengkontrakkan pemeliharaan peralatan karena setelah dilakukan usaha terus menerus untuk memperbaiki secara cukup signifikan.

F.  Pembagian Outsourcing

    Setiap perusahaan mengeluarkan produk atau jasa yang merupakan hasil akhir proses kerja dalam perusahaan. Dalam menghasilkan produk atau jasa tersebut pasti memiliki proses kerja dalam organisasi yang kompleks. Kegiatan tersebut dapat dibagi menjadi kegiatan pokok perusahaan (cores bussines) serta kegiatan penunjang perusahaan (non core activities). kegiatan utama perusahaan merupakan kegiatan utama dalam rantai proses produksi dalam menghasilkan produk atau jasa perusahaan untuk bersaing di pasaran.
Bisnis utama harus dilaksanakan oleh perusahaan yang bersangkutan, sedangkan aktivitas penunjang (non core activities) dapat dilakukan outsourcing. Hal ini diatur secara khusus pada pasal 65 ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sebagai berikut:[23]
Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) sebagai berikut:
  1. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama;
  2. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan;
  3. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan;
  4. Tidak menghambat proses produksi secara langsung;

Hal utama adalah penentuan suatu kegiatan atau pekerjaan apakah digolongkan ke dalam core business atau tidak. Menurut pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, diuraikan bahwa kegiatan penunjang di luar jasa usaha pokok seuatu perusahaan merupakan kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Adapun bunyi pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai berikut :
Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh pemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi.

Dalam penjelasan diuraikan secara lebih jelas tentang kegiatan penunjang tersebut, sebagai berikut :[24]
Pada pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan usaha pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, pengusaha hanya diperbolehkan memperkerjakan pekerja/buruh dengan perjanjian kerja waktu tertentu dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegaitan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penujang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.

     Berdasarkan ketentuan serta penjelasan Undang-Undang Ketenagakerjaan dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan outsourcing, Perusahaan wajib melakukan pemisahan terlebih dahulu mana yang disebut sebagai pekerjaan pokok perusahaan serta pekerjaan penunjang perusahaan.

G. Pekerjaan Pokok (Core Bussines) dan Pekerjaan Penunjang
   (Non Core Bussiness) Perusahaan

  Dalam melaksanakan rantai proses kerjanya, rata-rata setiap perusahaan membagi 2 (dua) bidang proses kerjanya, yaitu kegiatan pokok perusahaan (core bussines) dan kegiatan penunjang perusahaan (non core bussines). Kegiatan pokok perusahaan biasanya merupakan kegiatan inti perusahaan dalam menghasilkan produk atau jasa yang merupakan hasil akhir rantai proses kerja pada perusahaan. Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang bukan kegiatan inti perusahaan namun termasuk dalam rantai proses kerja perusahaan. Apabila kegiatan penunjang ini berhenti, berarti menghambat atau berhenti pula kegiatan pokok perusahaan.
     Kegiatan penunjang merupakan kegiatan yang dapat dialihkan kepada pihak lain, karena sifat pekerjaannya bukan merupakan rahasia perusahaan yang harus dilindungi. Berikut pembahasan lebih mendalam mengenai perbedaan antara kegiatan pokok perusahaan dengan kegiatan penunjang dalam perusahaan, sehingga pemahaman akan outsourcing menjadi lengkap dan jelas :
1. Pekerjaan Pokok Perusahaan (Core Bussines)
   Menurut Gareth R Jones, core competence adalah keterampilan dan kemampuan perusahaan dalam aktivitas penciptaan nilai tertentu (value creation) yang memungkinkan perusahaan tersebut untuk mencapai tingkat efisiensi, kualitas, inovasi dan customer resposiveness.[25]
   Arti dari core competence (kompetensi inti) adalah suatu keunggulan spesifik yang dimiliki perusahaan yang memungkinnnya untuk bersaing secara efektif dengan kompetitornya.[26] Penjelasan lain tentang core competence adalah istilah yang digunakan untuk keahlian dan keterampilan yang dimiliki perusahaan sehingga memungkinkan untuk unggul dalam mengembangkan dan memasarkan produk yang berinitikan keahlian tersebut.[27]
Menurut Prahalad dan Gary Hamel, terdapat 3 (tiga) hal yang dapat dijadikan indicator dalam mengidentifikasi core competence suatu fungsi/lembaga, yaitu :[28]
  1. Suatu core competence harus memberikan kontribusi yang cukup besar atas keunggulan yang dipersepsikan oleh pelanggan (perceived customer benefits) dari hasil akhir, misalnya : mesin mobil merupakan core competence dari Honda Mobil.
  2. Suatu core competence memberikan suatu akses potensial ke dalam pasar yang luas;
  3. Suatu core competence harus sulit ditiru atau digantikan, dimana hal ini dilakukan melalui harmonisasi kompleks antara teknologi dengan keahlian.
James Brian Quinn dan Frederick G Hilmer berpendapat bahwa core competence yang efektif mempunyai karakteristik sebagai berikut :[29]
Terdiri atas sekumpulan keahlian atau pengetahuan dan bukan berupa produk atau fungsi, yaitu suatu kemampuan intelektual atau sistem manajemen yang dapat menciptakan suatu keunggulan kompetitif. Kompetensi meliputi aktivitas perancangan produk, penciptaan teknologi, pelayanan konsumen yang diadasarkan pada pengetahuan dan bukan atas pemilikan asset atau produk yang mudah ditiru atau digantikan dengan barang pengganti.

Definisi tentang pekerjaan pokok (core competence) perusahaan yang kurang lebih memiliki maksud yang sama dengan definisi di atas, ialah definisi dari Richardus Eko Indrajit, dimana definisinya lebih banyak menekankan outsourcing sebagai suatu kombinasi yang unik dari tahapan-tahapan di perusahaan yang sulit ditiru oleh perusahaan lain. Adapun definisinya sebagai berikut :[30] 
Core competencies are the innovative combinations of knowledge, special skills, proprietary technologies, information, and unique operating methods that provide the product or the service that customers value and want to buy. Core competencies are what sets the organization’s products and services apart from the competitors similar offerings. 

Perusahaan Nissan, Toyota, dan Honda di Amerika mampu bersaing dengan tiga raksasa Ford, General Motor, dan Chrysler antara lain dengan strategi ini. Pabrik Nissan di Canton, Mississipi dan Smyrna di Tennessee, menggunakan dua strategi kunci untuk mengalahkan kelompok Detroit, yaitu dengan outsourcing dan menggunakan karyawan non serikat buruh. Nissan Syrna telah lama melakukan outsource terhadap sebagian dari pekerjaan perakitan kepada perusahaan yang memasok suku cadang yang dirakit. Pekerjaan perakitan dewasa ini oleh dunia industri mobil sudah dianggap bukan sebagai usaha pokok.[31]
Perkembangan industri mobil merupakan suatu contoh yang menarik dalam pembahasan core bussines dan non core bussines sekaligus perkembangan pengertian core business dalam industri tersebut. Sekurang-kurangnya ada tiga perkembangan mengenai pengertian usaha pokok core business perusahaan mobil :[32]
a. Membuat Mobil
Awal mula industri, pabrik atau perusahaan mobil memang membuat mobil secara penuh. Kegiatan ini mencakup merancang mobil, membuat suku cadang dan komponen mobil, lalu merakit mobil. Pada waktu itu tidak ada perusahaan lain yang mempunyai teknologi, mampu, dan membuat suku cadang dan komponen mobil, kecuali perusahaan mobil. Pada tahap ini usaha pokok perusahaan mobil adalah penuh yaitu seperti disebutkan di atas : merancang, mendesain, membuat suku cadang dan komponen, serta merakit mobil.

 b. Merakit Mobil.
Dengan berkembangnya spesialisasi, makin banyak suku cadang dan komponen yang dibuat oleh perusahaan lain yang menspesialisasikan diri dalam membuat suku cadang tertentu. Ban luar dan dalam dibuat pabrik ban, aki dibuat pabrik aki, tempat duduk dibuat pabrik tempat duduk, mesin dibuat pabrik khusus mesin, dan sebagainya. Pembuatan suku cadang dan komponen ini disesuaikan dengan desain dan spesifikasi yang ditentukan oleh perusahaan mobil. Spesialisasi melahirkan perbaikan mutu dan peningkatan efisiensi yang bermuara pada pengurangan harga dan biaya. Maka aktivitas perusahaan atau pabrik mobil berkurang menjadi pembuatan desain dan rekayasa dan perakitan. Pada tahap ini, usaha pokok perusahaan mobil menjadi hanya merancang, mendesain, dan bermuara pada merakit mobil. Tugas pembuatan suku cadang dan komponen sudah menjadi kegiatan atau usaha penunjang.

 c. Merancang atau Merekayasa Mobil.
Tahap selanjutnya ialah bahwa di beberapa tempat, aktivitas perakitan agaknya lebih cepat, murah, dan bermutu  jika dilakukan bukan oleh pabrik mobil, tetapi oleh pemasok yang memasok suku cadang yang bersangkutan. Maka secara bertahap perusahaan mobil menyerahkan kegiatan perakitan mobil pada pemasok suku cadang dan komponen, karena mereka dapat melakukannya dengan secara lebih baik, akurat, cepat, dan murah. Japan’s Nissan Motor Coy menempuh kebijaksanaan ini secara global, tidak hanya pabriknya di Jepang, tetapi juga di Meksiko, Amerika Serikat, Afrika Selatan, dan negara-negara lain. Dengan demikian, yang mereka anggap sebagai usaha pokok tinggal mendesain, merekayasa, dan merancang mobil.

Berdasarkan contoh dari perkembangan di indstri mobil tersebut, maka konsep dan pengertian pekerjaan pokok atau core business dan pekerjaan penunjang atau non core business adalah konsep  yang berubah dan berkembang secara dinamis. Oleh karena itu Alexander dan Young (1996) mengatakan bahwa ada empat pengertian  yang dihubungkan dengan core activity atau core business. Keempat pengertian itu ialah:[33]
a.       Kegiatan yang secara tradisional dilakukan di dalam perusahaan;
Definisi bahwa usaha pokok adalah usaha yang tradisional dilakukan di dalam perusahaan adalah definisi yang terlalu simplistis dan ketinggalan zaman, karena dunia usaha sudah berubah sama sekali. Demikian juga gambaran perusahaan yang sukses yaitu perusahaan yang mengerjakan semuanya seperti perusahaan Du Pont atau General Electric tahun 1920an adalah gambaran yang ketinggalan zaman. Sekarang ini, gambaran perusahaan yang sukses bukan diukur dari situ tetapi dari pendapatan, dan nilai penjualan, dari nilai aset, dan dari hal-hal sejenis itu. Perusahaan yang sekarang ini dianggap sukses justru mengalihkan sebagian besar kegiatannya ke luar (outsourcing), karena hanya dengan itu diperoleh tingkat efisiensi yang tinggi dan mutu produk yang unggul. Oleh karena itu mungkin 3 definisi yang berikut lebih sesuai dengan kenyataan yang berkembang.
b.      Kegiatan yang bersifat kritis terhadap kinerja bisnis;
Dalam faham ini, pemikiran mengenai usaha pokok lebih ditujukan pada kegiatan yang sangat kritis terhadap atau sangat mempengaruhi kinerja bisnis perusahaan. Tetapi konsep ini masih dalam alam pemikiran bahwa untuk kegiatan kritis, hanya perusahaan sendiri yang mampu mengerjakannya dengan handal. Di samping itu, pengertian ’kritis’ juga tidak sangat jelas. Bagi industri minyak bumi, pengeboran sumur minyak adalah persyaratan mutlak untuk mencari dan memproduksi minyak. Kegiatan tersebut jelas sangat kritis untuk kinerja produksi minyak, tetapi dalam kenyataannya, banyak produsen minyak mengkontrakkan pekerjaan pengeboran sumur ini karena dianggap bukan usaha pokok dan dianggap lebih efisien dan efektif.
c.       Kegiatan yang menciptakan keunggulan kompetitif baik sekarang maupun di waktu yang akan datang;
Definisi ketiga ini melihat usaha pokok sebagai perwujudan dari kompetensi pokok (core competence). Secara logika, perusahaan akan mempunyai usaha pokok dalam bidang yang paling dikuasai, dan bidang itu ialah kompetensi pokoknya. Jadi ada korelasi antara usaha pokok dan kompetensi pokok. Dan kedua kombinasi ini akan menciptakan keunggulan kompetitif. Apa sebenarnya yang disebut sebagai kompetensi pokok. Prahalad dan Hamel (1990) memberikan definisi sebagai berikut:
’core  competence   is  the  collective  learning   in  the  organization, especially  how to coordinate diverse production skills and integrate, multiple streams of technology’ ’core competence is  essentially a bundle of  corporate skills that can be put  to work  in producing  different products,  both current and future.’

Namun definisi ini juga mempunyai beberapa kelemahan. Misalnya suatu perusahaan mempunyai dua jenis kompetensi pokok, yaitu dalam produksi primer dan produksi sekunder. Namun dalam produksi sekunder, tingkat efisiensinya kalah dibandingkan dengan perusahaan lain sehingga perusahaan condong untuk melakukan outsourcing terhadap aktivitas produksi sekunder. Jadi definisi perlu dirubah menjadi kompotensi pokok yang paling unggul atau pengertian kompetensi pokok termasuk kompetensi dalam efisiensi.
d.      Kegiatan yang akan mendorong pengembangan yang akan datang, inovasi, atau peremajaan kembali.
Definisi keempat adalah semacam kemajuan dari definisi ketiga, sebagai akibat dari perkembangan industri. Dalam contoh industri mobil di atas, perakitan mobil dianggap sebagai keunggulan kompetitif dan sebagai kompetensi pokok perusahaan mobil sehingga dianggap juga sebagai usaha pokoknya. Dengan munculnya perusahaan-perusahaan lain yang lebih unggul dalam melaksanakan pekerjaan perakitan, maka usaha pokok perusahaan mobil bergesar pada kegiatan yang lebih pokok lagi, yang lebih menentukan keberhasilan perusahaan, yaitu desain, perencanaan, dan perekayasaan. Inilah pendorong pengembangan dan inovasi di bidang teknologi permobilan. Perusahaan mobil selanjutnya lebih berkonsentrasi pada perekayasaan kendaraan, misalnya yang lebih hemat energi atau menggunakan energi selain bahan bakar minyak bumi, yang lebih ramah lingkungan, yang lebih murah, dan sebagainya. Sedangkan aktivitas perakitan dapat dilakukan outsourcing pada perusahaan lain yang lebih profesional dan lebih unggul.

Definisi usaha pokok yang digunakan dalam Undang-Undang No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan lebih condong pada definisi pertama ini karena yang digunakan sebagai contoh adalah aktivitas seperti jasa boga, tenaga pengaman, angkutan pekerja/buruh, dan pembersihan kantor. Jenis-jenis aktivitas ini adalah jenis outsourcing yang paling kuno, yang baru berupa pengontrakan biasa. Pengontrakan adalah cara pengalihan pekerjaan karena berbagai alasan seperti terlalu merepotkan, pekerjaan terlalu rumit, menghindarkan masalah ketenagakerjaan dan sebagainya. Sedangkan outsourcing ditempuh untuk alasan-alasan yang lebih strategis, yaitu memperoleh keunggulan kompetitif untuk menghadapi persaingan, dalam rangka mempertahankan pangsa pasar, menjamin kelangsungan hidup dan perkembangan perusahaan.
Di samping definisi yang berkembang mengenai bisnis pokok tersebut, ada suatu metode yang efektif dalam menentukan bisnis pokok suatu perusahaan, sebagai berikut:
a. Apabila suatu pekerjaan sanggup dan dapat dikerjakan secara internal perusahaan;
b. Apabila perusahaan/pihak lain dapat menggunakan perusahaan kita untuk melakukan suatu pekerjaan (kemampuan pokok perusahaan);


2. Pekerjaan Penunjang Perusahaan (Non core bussines)
   Kepentingan perusahaan untuk melakukan outsourcing dapat dikatakan lebih banyak ke arah kepentingan pengusaha. Kepentingan pengusaha sering kali tidak sejalan dengan kepentingan pekerjanya. Dari sudut pandang perusahaan, ketentuan yang layak untuk dilaksanakan sendiri oleh perusahaan adalah bisnis utama, sedangkan pekerjaan penunjang dapat dialihkan kepada pihak lain. Namun pengalihan kegiatan penunjang tersebut tetap harus didasarkan atas penelitian dan studi, hal apa yang paling menguntungkan perusahaan (motif ekonomi).
   Penjelasan pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebenarnya telah jelas menjabarkan hal-hal apa saja yang dimaksud dengan kegiatan penunjang, yaitu :
“Yang dimaksud kegiatan jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi adalah kegiatan yang berhubungan di luar usaha pokok (core business) suatu perusahaan. Kegiatan tersebut antara lain : usaha pelayanan kebersihan (cleaning service), usaha penyediaan makanan bagi pekerja/buruh (catering), usaha tenaga pengaman (security/satuan pengamanan), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja/buruh.”

        Kegiatan penunjang perusahaan didefinisikan oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, sebagai suatu kegiatan di luar kegiatan pokok perusahaan. Sebenarnya dalam penjelasan tersebut telah sangat jelas maksud dari pembuat Undang-Undang mengenai arti kegiatan penunjang. Bahkan diberikan juga contoh dari kegiatan penunjang tersebut, yaitu :
     a. Usaha pelayanan kebersihan
   b. Usaha penyediaan makanan bagi pekerja
   c. Usaha tenaga pengaman
   d. Usaha penyediaan angkutan pekerja

Pada pelaksanaannya di dunia industri seringkali kebutuhan perusahaan akan outsourcing tidak hanya sekedar bidang-bidang seperti yang dicantumkan pada penjelasan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Kebutuhan dunia industri akan outsourcing lebih kepada rantai proses kerja yang bukan merupakan spesialisasi dari perusahaan tersebut. Pengalihan kegiatan tersebut diharapkan akan dapat menghasilkan proses kerja yang cepat, bermutu baik, serta perusahaan akan fokus pada peningkatan kualitas dibandingkan dengan administrasi kepegawaian.


[1] Richardus Eklo Indrajit, Proses Bisnis Outsourcing, PT Grasindo, Jakarta, Cetakan 2004, hal 34.  
[2] (Greaver II, Maurice F (1999), Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing Decissiions and Initiatives, New York, Amacom, hal 3).
[3]  Dave Griffiths, Theory and Practice of Outsourcing, http://www.kudos idd.com/outsourcing/theory _practice.htm.
[4] Prof Dr. Aloysius Uwiyono bertindak sebagai ahli hukum untuk memberikan pandangannya yang diajukan oleh pemohon yang terdiri dari perwakilan Serikat pekerja.
[5] Putusan perkara Konstitusi No. 012/PUU-I/2003; Pengujian Undang-Undang No. 13 tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan Terhadap Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. 

[6] Chandra Suwondo, Outsourcing; Impelementasi di Indonesia, Elex Media Computindo, Jakarta, hal 2.

[7] Muzni Tambuzai, Pelaksanaan Outsourcing ditinjau dari aspek hukum ketenagakerjaan tidak mengaburkan hubungan industrial, http:www.nakertrans.go.id/arsip berita/naker/outsourcing.php. 29 Mei 2005.

[8] Rhenald Kasali, Outsourcing as a Partnering for Harvesting, Diskusi Seluk beluk Outsourcing, Pusat Studi Jepang, 10 Maret 2005.
[9]  Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal 3. 
[10] Outsourcing, Mau Kemana ? Majalah Human Capital, Nomor 17, Agustus 2005. hal. 12.
[11] Muzni Tambusai, disampaikan pada Panel Diskusi Kecenderungan Outsourcing dan Problematikanya, 21 September 2005, Hotel Cempaka, Jakarta.
[12] Chandra Suwondo, Op Cit, hal. 3
[13] Chandra Suwondo, Ibid, hal. 4
[14] Chandra Suwondo, Ibid, hal. 4
[15] Chandra Suwondo, Ibid, Hal. 9. 
[16]  Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal. 34.  
[17] Muller, What is outsourcing an why should I consider for my company, http: www.strategicsource.com/outsourcing.htm
[18] Pasal 64, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. 
[19] Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal. 36.
[20] Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal. 37
[21]  (Greaver II, Maurice F (1999), Strategic Outsourcing, A Structured Approach to Outsourcing Decissions and Initiatives, New York, Amacom, hal 4)
[22]  Richardus Eko Indrajit, Op Cit, hal. 5.  
[23]      Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
[24]  Penjelasan pasal 66 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
[25] Jones, Gareth R (2001), Organizational Theory, 3rd edition, London, Prentice Hall, hal 201.
[26] Griffin, Ricky W and Michale W, Pustay 2002, International Bussiness: A Managerial Perspective, Prenctice Hall.
[27] Fahmi Muthi(Juli 1995) Outsourcing, Usahawan No. 07 Th XXIV, hal 26
[28] C.K. Prahalad & Gary Hamel (mei – juni 1990), the core competence of the coporation, Harvard business Review, hal 79 ).
[29] Quinn, JB & Frederick G Hilmer (1994), Strategic outsourcing, sloan management review, hal 43 – 45.
[30]  Richardus Eko Indrajit, 7 Steps to Successful Outsourcing, Makalah Presentasi yang disampaikan pada Workshop Outsourcing Process and Management, World Trade Center Jakarta, 13-14 Oktober 2004. 
[31]    R. Djokopranoto, Outsourcing Dalam Undang-Undang Nomor. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, (Perspektif Pengusaha), Materi Seminar Disampaikan pada Seminar Outsourcing: Process and Management, World Trade Center Jakarta, 13 – 14 Oktober 2005, hal 7.
[32]  Ibid.
[33]       R. Djokopranoto, Ibid, hal 9.